Search This Blog

Rabu, 28 Maret 2012

Dampak kenaikan harga BBM

indosiar.com, Jakarta - Inilah aksi yang dilakukan para mahasiswa, di Jakarta. Mereka menolak kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM rata - rata 28,7 persen, sejak 24 Mei 2008. Para demonstran beralasan, kenaikan harga BBM akan semakin menyengsarakan rakyat, terutama rakyat kecil. Karena harga berbagai kebutuhan pokok, melangit.
Aksi demo bahkan terjadi menjelang pengumuman kenaikan harga BBM. Ribuan mahasiwa dari berbagai elemen, memadati sebagai lokasi di Jakarta. Aksi demo di depan Istana Negara bahkan berakhir rusuh. Para mahasiswa dengan aparat kepolisian terlibat saling serang.
Puluhan mahasiswa di tahan dalam aksi ini. Sehari setelah pemerintah resmi menaikkan harga BBM, gelombang demonstrasi di Jakarta makin meningkat. Ribuan mahasiswa dari berbagai elemen, memadati Gedung DPR, MPR. Mereka menyerukan pemerintah membatalkan kenaikan harga BBM.
Mereka juga kembali mendatangi Istana Negara. Bahkan di berbagai lokasi, aksi unjuk rasa berakhir rusuh. Seperti di Universitas Nasional, Jakarta Selatan.

Polisi menyerbu dan menangkapi para demontrans, dengan alasan aksi mahasiswa Unas, telah menggangu lalulintas, dan sejumlah mahasiswa di tuduh melakukan provokasi dengan melempar bom Molotov. Polisi bertindak brutal, bahkan diduga merusak fasilitas dan gedung perkuliahan.
Aksi unjuk rasa, juga terjadi di berbagai kota besar. Aksi mahasiswa di Makasar, juga berakhir ricuh. Demikian juga aksi mahasiwa di Bandung, dan Surabaya. Aksi menolak kenaikan BBM juga dilakukan oleh para buruh.
Di Jakarta, ratusan buruh dari berbagai daerah, mendesak pemerintah tidak menaikkan harga BBM, karena akan sangat serius bagi para buruh. Beban ekonomi yang berat, akan semakin mencekik para buruh, akibat berbagai kenaikan harga kebutuhan hidup.
Keputusan pemerintah, untuk menaikkan harga BBM, memang merupakan pilihan yang sulit. Harga minyak dunia, yang terus membumbung tinggi, hingga menyentuh level 135 dolar per barel, membuat pemerintah memilih opsi pahit. Karena subsidi APBN terhadap minyak membengkak menjadi sekitar 176 triliun rupiah, jika harga BBM tidak dinaikkan.
Bahkan pemerintah akan terus melakukan penghematan terhadap penggunaan BBM. Selain akan membatasi penjualan BBM, terutama premium dengan Smart Card, pemerintah secara bertahap juga akan menaikkan harga BBM, hingga sesuai dengan harga pasar. Namun keputusan pemerintah tersebut, juga di tentang oleh para anggota dewan.
DPR menilai kenaikan bahan bakar minyak tidak di persiapkan secara matang, termasuk untuk mengantisipasi pergerakan harga di berbagai sector. Sehingga rakyatlah yang harus menanggung beban berat.
Segmen II
Keputusan pemerintah, menaikan bahan bakar minyak, sangat memukul sektor transportasi. Para operator angkutan bahkan terang - terangan menolak kenaikan harga BBM, karena semakin mengancurkan usaha bidang transportasi. Para awak angkutanpun bergerak. Mereka melakukan aksi mogok operasi. Baik di Jakarta maupun di berbagai daerah. Di Jakarta, ratusan awak angkutan memilih memarkir mobil di pool atau di pinggir jalan, sebagai bentuk protes.
Mereka menuntut agar pemerintah segera menetapkan tarif baru bagi angkutan umum. Akibat adanya aksi mogok, ratusan bahkan ribuan penumpang terlantar di jalan. Bahkan aksi para sopir angkutan umum ini cenderung anarkis dengan menurun paksa penumpang dijalan.
Bahkan sebelum pemerintah resmi menaikkan harga BBM, banyak sopir angkutan nekad menaikkan tarif. Mereka berdalih, harga kebutuhan pokok sudah naik, sejak isu kenaikan harga BBM mulai muncul. Akibatnya sering terjadi perang mulut antara awak angkutan dan penumpang.
Mereka khawatir, kenaikan harga BBM akan semakin mempersulit kehidupan orang kecil, termasuk awak angkutan. Yang paling utama, ditengah daya beli masyarakat yang rendah seperti saat ini, kenaikan BBM dipastikan akan mengurangi jumlah penumpang. Selain itu, berbagai komponen seperti suku cadang kendaraan, juga akan naik.
Sedangkan bagi para penumpang, naiknya angkutan kota, menjadi masalah tersendiri. Meski dimaklumi, namun pasti, beban masyarakat akan semakin berat, terutama untuk ongkos transportasi. Organisasi pengusaha angkutan darat, organda, menilai kenaikan BBM, merupakan bukti bahwa pemerintah tidak pernah berpihak pada rakyat, termasuk jasa angkutan khususnya angkutan darat.
Ketua Organda, Murphy Hutagalung, menegaskan kenaikan BBM yang berdampak semakin tingginya biaya operasional angkutan umum, tidak serta merta langsung menaikkan tarif angkutan umum.
Bahkan organda secara tegas meminta pemerintah tidak menaikkan harga BBM, khusus untuk angkutan. Karena jika tarif angkutan dinaikkan, dipastikan akan menambah beban masyarakat. Selain itu, organda meminta pemerintah serius memberantas punggutan liar dijalanan, yang besarannya mencapai delapan belas triliun setiap tahunnya.
Segmen III
Tidak bisa dielakkan, kenaikan harga BBM, sangat memukul kehidupan rakyat kecil. Karena hampir seluruh harga kebutuhan pokok, kini naik tajam. Daya beli masyarakat semakin terpuruk. Bagi ibu rumah tangga, kenaikan harga kebutuhan pokok adalah masalah serius. Mereka harus pandai - pandai berhemat, dan mengurangi pengeluaran.
Para pedagang kecil, sangat merasakan dampak kenaikan harga kebutuhan pokok. Bahkan mereka bingung dengan naiknya harga yang tidak terkendali. Meski pemerintah mengklaim, kenaikan harga kebutuhan pokok akibat naiknya harga BBM, hanya sebesar 5 hingga 10 pesen, namun kenyataan di lapangan jauh lebih tinggi.
Dikhawatirkan, jumlah rakyat miskin juga akan semakin bertambah. Data terbaru yang dikeluarkan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menunjukkan jumlah penduduk miskin tahun ini akan mencapai 41,7 juta jiwa, atau bertambah 4.5 juta orang akibat kenaikan harga BBM.
Namun pemerintah memiliki dalih lain. Kenaikan harga BBM, justru untuk menghilangkan ketidakadilan. Karena selama ini, rakyat menengah ke ataslah yang menikmati subsidi BBM. Selain itu, dana subsidi BBM kemudian bisa dialihkan untuk mengurangi jumlah orang miskin.
Karena itu, pada tahun ini pemerintah kembali menjalankan program Bantuan Langsung Tunai (BLT), sebagai antisipasi menurunnya daya beli rakyat miksin. Bahkan dana yang dianggarkan lumayan besar, mencapai 14,1 triliun rupiah.
Namun program Bantuan Langsung Tunai, dinilai banyak kalangan bukan merupakan solusi. Data - data orang miskin yang digunakan adalah data tahun 2005, sehingga tidak akurat. Banyak orang yang tidak mampu tidak mendapatkan BLT, sementara yang mampu justru mendapatkan dana BLT.
Selain itu, besaran dana 100 ribu rupiah per kepala keluarga, dinilai sangat tidak memadai dengan kenaikan harga kebutuhan pokok. Apalagi persoalan dilapangan banyak terjadi penyunatan dana BLT.
Karena itu, sejumlah Kepala Daerah, baik Bupati atau Walikota, terang - terangan menolak memberikan dana BLT, jika data orang miskin tidak diperbaharui. Pengalaman di tahun 2005 lalu saat BLT pertama kali dilakukan pemerintah nyatanya menimbulkan sejumlah permasalahan.
Beberapa kalangan justru sangat menyayangkan langkah yang diambil pemerintah ini. Kenaikan harga BBM apapun alasannya sudah pasti menyebabkan kenaikan disejumlah sektor. Rakyat semakin dihadapkan pada sebuah pemecahan matematis yang pasti tidak terselesaikan
Program BLT yang diterima orang miskin bisa jadi sebagai bom waktu bagi mereka sendiri. Apalagi program BLT hanya akan berjalan selama setahun, setelah itu, warga miskin akan semakin terpuruk, ditengah kenaikan harga kebutuhan pokok. Belum lagi biaya pendidikan dan kesehatan yang tentu akan meningkat.
Haruskah rakyat selalu ikut menanggung beban atas kebijakan pemerintah sendiri. Karena masih ada alternatif lain, yang mungkin akan lebih mensejahterahkan rakyat, secara menyeluruh. (Dv/Sup).
< >