indosiar.com, Jakarta - Inilah aksi yang dilakukan para
mahasiswa, di Jakarta. Mereka menolak kebijakan pemerintah menaikkan
harga BBM rata - rata 28,7 persen, sejak 24 Mei 2008. Para demonstran
beralasan, kenaikan harga BBM akan semakin menyengsarakan rakyat,
terutama rakyat kecil. Karena harga berbagai kebutuhan pokok, melangit.
Aksi demo bahkan terjadi menjelang pengumuman kenaikan harga BBM. Ribuan
mahasiwa dari berbagai elemen, memadati sebagai lokasi di Jakarta. Aksi
demo di depan Istana Negara bahkan berakhir rusuh. Para mahasiswa
dengan aparat kepolisian terlibat saling serang.
Puluhan mahasiswa di tahan dalam aksi ini. Sehari setelah pemerintah
resmi menaikkan harga BBM, gelombang demonstrasi di Jakarta makin
meningkat. Ribuan mahasiswa dari berbagai elemen, memadati Gedung DPR,
MPR. Mereka menyerukan pemerintah membatalkan kenaikan harga BBM.
Mereka juga kembali mendatangi Istana Negara. Bahkan di berbagai lokasi,
aksi unjuk rasa berakhir rusuh. Seperti di Universitas Nasional,
Jakarta Selatan.
Polisi
menyerbu dan menangkapi para demontrans, dengan alasan aksi mahasiswa
Unas, telah menggangu lalulintas, dan sejumlah mahasiswa di tuduh
melakukan provokasi dengan melempar bom Molotov. Polisi bertindak
brutal, bahkan diduga merusak fasilitas dan gedung perkuliahan.
Aksi unjuk rasa, juga terjadi di berbagai kota besar. Aksi mahasiswa di
Makasar, juga berakhir ricuh. Demikian juga aksi mahasiwa di Bandung,
dan Surabaya. Aksi menolak kenaikan BBM juga dilakukan oleh para buruh.
Di Jakarta, ratusan buruh dari berbagai daerah, mendesak pemerintah
tidak menaikkan harga BBM, karena akan sangat serius bagi para buruh.
Beban ekonomi yang berat, akan semakin mencekik para buruh, akibat
berbagai kenaikan harga kebutuhan hidup.
Keputusan pemerintah, untuk menaikkan harga BBM, memang merupakan
pilihan yang sulit. Harga minyak dunia, yang terus membumbung tinggi,
hingga menyentuh level 135 dolar per barel, membuat pemerintah memilih
opsi pahit. Karena subsidi APBN terhadap minyak membengkak menjadi
sekitar 176 triliun rupiah, jika harga BBM tidak dinaikkan.
Bahkan pemerintah akan terus melakukan penghematan terhadap penggunaan
BBM. Selain akan membatasi penjualan BBM, terutama premium dengan Smart
Card, pemerintah secara bertahap juga akan menaikkan harga BBM, hingga
sesuai dengan harga pasar. Namun keputusan pemerintah tersebut, juga di
tentang oleh para anggota dewan.
DPR menilai kenaikan bahan bakar minyak tidak di persiapkan secara
matang, termasuk untuk mengantisipasi pergerakan harga di berbagai
sector. Sehingga rakyatlah yang harus menanggung beban berat.
Segmen II
Keputusan pemerintah, menaikan bahan bakar minyak, sangat
memukul sektor transportasi. Para operator angkutan bahkan terang -
terangan menolak kenaikan harga BBM, karena semakin mengancurkan usaha
bidang transportasi. Para awak angkutanpun bergerak. Mereka melakukan
aksi mogok operasi. Baik di Jakarta maupun di berbagai daerah. Di
Jakarta, ratusan awak angkutan memilih memarkir mobil di pool atau di
pinggir jalan, sebagai bentuk protes.
Mereka
menuntut agar pemerintah segera menetapkan tarif baru bagi angkutan
umum. Akibat adanya aksi mogok, ratusan bahkan ribuan penumpang
terlantar di jalan. Bahkan aksi para sopir angkutan umum ini cenderung
anarkis dengan menurun paksa penumpang dijalan.
Bahkan sebelum pemerintah resmi menaikkan harga BBM, banyak sopir
angkutan nekad menaikkan tarif. Mereka berdalih, harga kebutuhan pokok
sudah naik, sejak isu kenaikan harga BBM mulai muncul. Akibatnya sering
terjadi perang mulut antara awak angkutan dan penumpang.
Mereka khawatir, kenaikan harga BBM akan semakin mempersulit kehidupan
orang kecil, termasuk awak angkutan. Yang paling utama, ditengah daya
beli masyarakat yang rendah seperti saat ini, kenaikan BBM dipastikan
akan mengurangi jumlah penumpang. Selain itu, berbagai komponen seperti
suku cadang kendaraan, juga akan naik.
Sedangkan
bagi para penumpang, naiknya angkutan kota, menjadi masalah tersendiri.
Meski dimaklumi, namun pasti, beban masyarakat akan semakin berat,
terutama untuk ongkos transportasi. Organisasi pengusaha angkutan darat,
organda, menilai kenaikan BBM, merupakan bukti bahwa pemerintah tidak
pernah berpihak pada rakyat, termasuk jasa angkutan khususnya angkutan
darat.
Ketua Organda, Murphy Hutagalung, menegaskan kenaikan BBM yang berdampak
semakin tingginya biaya operasional angkutan umum, tidak serta merta
langsung menaikkan tarif angkutan umum.
Bahkan organda secara tegas meminta pemerintah tidak menaikkan harga
BBM, khusus untuk angkutan. Karena jika tarif angkutan dinaikkan,
dipastikan akan menambah beban masyarakat. Selain itu, organda meminta
pemerintah serius memberantas punggutan liar dijalanan, yang besarannya
mencapai delapan belas triliun setiap tahunnya.
Segmen III
Tidak bisa dielakkan, kenaikan harga BBM, sangat memukul
kehidupan rakyat kecil. Karena hampir seluruh harga kebutuhan pokok,
kini naik tajam. Daya beli masyarakat semakin terpuruk. Bagi ibu rumah
tangga, kenaikan harga kebutuhan pokok adalah masalah serius. Mereka
harus pandai - pandai berhemat, dan mengurangi pengeluaran.
Para
pedagang kecil, sangat merasakan dampak kenaikan harga kebutuhan pokok.
Bahkan mereka bingung dengan naiknya harga yang tidak terkendali. Meski
pemerintah mengklaim, kenaikan harga kebutuhan pokok akibat naiknya
harga BBM, hanya sebesar 5 hingga 10 pesen, namun kenyataan di lapangan
jauh lebih tinggi.
Dikhawatirkan, jumlah rakyat miskin juga akan semakin bertambah. Data
terbaru yang dikeluarkan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
menunjukkan jumlah penduduk miskin tahun ini akan mencapai 41,7 juta
jiwa, atau bertambah 4.5 juta orang akibat kenaikan harga BBM.
Namun pemerintah memiliki dalih lain. Kenaikan harga BBM, justru untuk
menghilangkan ketidakadilan. Karena selama ini, rakyat menengah ke
ataslah yang menikmati subsidi BBM. Selain itu, dana subsidi BBM
kemudian bisa dialihkan untuk mengurangi jumlah orang miskin.
Karena itu, pada tahun ini pemerintah kembali menjalankan program
Bantuan Langsung Tunai (BLT), sebagai antisipasi menurunnya daya beli
rakyat miksin. Bahkan dana yang dianggarkan lumayan besar, mencapai 14,1
triliun rupiah.
Namun
program Bantuan Langsung Tunai, dinilai banyak kalangan bukan merupakan
solusi. Data - data orang miskin yang digunakan adalah data tahun 2005,
sehingga tidak akurat. Banyak orang yang tidak mampu tidak mendapatkan
BLT, sementara yang mampu justru mendapatkan dana BLT.
Selain itu, besaran dana 100 ribu rupiah per kepala keluarga, dinilai
sangat tidak memadai dengan kenaikan harga kebutuhan pokok. Apalagi
persoalan dilapangan banyak terjadi penyunatan dana BLT.
Karena itu, sejumlah Kepala Daerah, baik Bupati atau Walikota, terang -
terangan menolak memberikan dana BLT, jika data orang miskin tidak
diperbaharui. Pengalaman di tahun 2005 lalu saat BLT pertama kali
dilakukan pemerintah nyatanya menimbulkan sejumlah permasalahan.
Beberapa
kalangan justru sangat menyayangkan langkah yang diambil pemerintah
ini. Kenaikan harga BBM apapun alasannya sudah pasti menyebabkan
kenaikan disejumlah sektor. Rakyat semakin dihadapkan pada sebuah
pemecahan matematis yang pasti tidak terselesaikan
Program BLT yang diterima orang miskin bisa jadi sebagai bom waktu bagi
mereka sendiri. Apalagi program BLT hanya akan berjalan selama setahun,
setelah itu, warga miskin akan semakin terpuruk, ditengah kenaikan harga
kebutuhan pokok. Belum lagi biaya pendidikan dan kesehatan yang tentu
akan meningkat.
Haruskah rakyat selalu ikut menanggung beban atas kebijakan pemerintah
sendiri. Karena masih ada alternatif lain, yang mungkin akan lebih
mensejahterahkan rakyat, secara menyeluruh. (Dv/Sup).