Search This Blog

Kamis, 06 Agustus 2015

Perkembangan Politik Indonesia

Manusia dalam kedudukannya sebagai makhluk sosial, senantiasa akan berinteraksi dengan manusia lain dalam upaya mewujudkan kebutuhan hidupnya. Kehidupan manusia di dalam masyarakat, memiliki peranan penting dalam sistem politik suatu negara. Setiap warga negara, dalam kesehariannya hampir selalu bersentuhan dengan aspek-aspek politik praktis baik yang bersimbol maupun tidak. Dalam proses pelaksanaannya dapat terjadi secara langsung atau tidak langsung dengan praktik-praktik politik. Jika secara tidak langsung, hal ini sebatas mendengar informasi, atau berita-berita tentang peristiwa politik yang terjadi. Dan jika seraca langsung, berarti orang tersebut terlibat dalam peristiwa politik tertentu.
Kehidupan politik yang merupakan bagian dari keseharian dalam interaksi antar warga negara dengan pemerintah, dan institusi-institusi di luar pemerintah (non-formal), telah menghasilkan dan membentuk variasi pendapat, pandangan dan pengetahuan tentang praktik-praktik perilaku politik dalam semua sistem politik. Oleh karena itu, seringkali kita bisa melihat dan mengukur pengetahuan-pengetahuan, perasaan dan sikap warga negara terhadap negaranya, pemerintahnya, pemimpin politik dan lain-lain.
Secara etimologi kata “politik” masih berhubungan dengan polis, kebijakan. Kata “politis” berarti hal-hal yang berhubungan dengan politik. Kata “politisi” berarti orang-orang yang menekuni hal politik. Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstistuonal. Menurut Mohammad Mahfud MD, politik hukum adalah legal policy atau garis (kebijaksanaan) resmi tentang hukum yg akan diberlakukan baik dgn pembuatan hukum baru maupun dengan penggantian hukum lama, dalam rangka mencapai tujuan negara sedangkan menurut Satjipto Rahardjo politik hukum adalah aktivitas memilih dan cara yg hendak dipakai untuk mencapai suatu tujuan sosial dengan hukum tertentu di dalam masyarakat yg cakupannya meliputi jawaban atas beberapa pertanyaan mendasar, yaitu 1) tujuan apa yg hendak dicapai melalui sistem yg ada, 2)  cara-cara apa dan yang mana yg dirasa paling baik untuk dipakai dalam mencapai tujuan tersebut, 3) kapan waktunya dan melalui cara bagaimana hukum itu perlu diubah, 4) dapatkah suatu pola yg baku dan mapan dirumuskan utk membantu dlm memutuskan proses pemilihan tujuan serta cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut dengan baik”.
Perkembangan politik sekarang ini ditandai dengan konfigurasi politik yang demokratis, dimana dalam tataran teorinya memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1.        Parpol dan Parlemen kuat, menentukan haluan negara
2.        Lembaga eksekutif (pemerintah) netral
3.        Pers bebas, tanpa sensor dan pembredelan
Berdasarkan ciri dari karakter politik yang demokratis maka berimbas pada bentuk produk hukum yang dihasilkan yang memiliki karakter sebagai berikut:
1.        Pembuatannya partisipatif
2.        Muatannya aspiratif
3.        Rincian isinya limitatif
            Adanya institusi-institusi politik di tingkat masyarakat, semisal partai politik, kelompok kepentingan, kelompok penekan, dan media massa yang kritis dan aktif, merupakan satu indikator adanya keterlibatan rakyat dalam kehidupan politik. Dengan dilandasi suatu kesadaran bahwa, aktivitas-aktivitas politik pemerintah dengan serta merta, secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan fungsi-fungsi yang dijalankan oleh kelompok kepentingan, partai politik dan yang lainnya dalam infrastruktur politik, merupakan wujud dari keikutsertaan rakyat dalam proses politik dalam suatu sistem politik.
            Dalam tataran praktek atau secara realitas perkembangan politik saat ini ditandai dengan banyaknya problem (masalah) terkait perebutan kekuasaan baik pada tingkat legislatif maupun eksekutif. Banyaknya masalah yang terjadi berimbas pada kinerja dan hubungan emosional masing-masing pihak. Hal ini dibenarkan oleh Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Tjahjo Kumolo mengatakan kondisi politik Indonesia saat ini sudah rusak. Era saat ini menjadi titik puncak carut marut tata kelola kenegaraan. "Saya di DPR sudah 25 tahun. Usia saya 50-an. Saat ini carut-marut tata kelola kenegaraan mencapai puncaknya. Saat ini, hubungan pembantu presiden tidak baik, hubungan petinggi negara tidak baik, hubungan fraksi-fraksi di DPR tidak harmonis, hubungan penegak hukum tidak baik juga," kata Tjahjo saat menghadiri rilis Lembaga Survei Indonesia (LSI) soal hasil survei Capres 2014 di Kementerian Kehutanan[1].
            Hal ini disebabkan masih adanya perbedaan dalam pandangan ketegasan terhadap sistem pemerintahan. Disini terlihat adanya persaingan politik yang terjadi antara pemerintah dan legislatif sebagai pembuat produk Undang-Undang. Kekuasaan presiden tidak mutlak dijalankan secara penuh tapi terpengaruh pada parlemen. Hal ini akhirnya menciptakan situasi politik yang tidak sehat karena presiden terpaku oleh kepentingan lain. Kepentingan itu bisa jadi tidak berpengaruh pada perbaikan kondisi bangsa secara keseluruhan yang berakibat pada kebijakan yang dikeluarkan tidak memberikan kesejahteraan kepada masyarakat.
            Selain karena adanya persaingan dalam ranah internal pemerintah. Carut marut politik juga terjadi menjelang dan setelah pemilihan presiden tahun 2014.  Dimana pemilihan presiden tahun 2014 terdiri dari dua calon yaitu dari pihak Prabowo- Hatta dan Jokowi-Jk. Pertarungan politik sangat nampak terjadi saat salah satu pasangan terpilih atas suara rakyat secara demokratis. Terpilihnya pasangan Jokowi-JK sebagai presiden periode 2014-2019 membuat lawan politiknya yaitu dari pihak Prabowo-Hatta gencar melakukan serangan politik guna menghambat atau bahkan membatalkan pelantikan presiden Jokowi. Terdapat beberapa cara yang dilakukan pihak Prabowo, seperti menggugat hasil rekapitulasi suara oleh KPU (Komisi Pemilihan Umum) yang dituding telah gagal serta melakukan kecurangan saat pemilu berlangsung. Bentuk dari kecurangan tersebut misalnya adalah banyaknya masyarakat yang tidak terdaftar sebagai pemilih, pemilih yang terdaftar ganda, mutasi hak pilih yang gagal, dan lain sebagainya.
            Kekacauan itu menyebabkan ketidakpuasan dari masyarakat yang kehilangan hak pilihnya dan beberapa partai politik yang merasa dirugikan, sehingga menimbulkan berbagai gelombang protes. Wajar jika akhirnya hasil Pemilu tidak memiliki kekuatan dan legitimasi yang kuat. Bahkan kekecewaan tersebut terus berlanjut dimana telah disinyalir banyak pihak yang menentang dan bermaksud untuk memboikot Pemilihan Presiden. Selain itu Banyak politisi di Negara ini yang terlibat kasus korupsi. Mereka lebih mementingkan kepentingan pribadi dan lupa akan tugasnya sebagai pejuang rakyat. Bahkan saat ini banyak pejabat dan tokoh yang hanya bisa bercuap-cuap berdiskusi di televisi mencaci maki kinerja pemerintah tanpa mengetahui jalan keluarnya sehingga tidak menghasilkan solusi bagi kebaikan bangsa ini.
            Kubu Prabowo saat ini tengah membentuk sebuah koalisi yang dinamakannya Koalisi Merah Putih yang saat ini telah berhasil menguasai parlemen. Kubu prabowo berhasil memenangi pertarungan dari Koalisi Indonesia Hebat yang mendukung Joko Widodo-Jusuf Kalla. Koalisi Merah Putih merupakan gabungan dari berbagai ketua partai, seperti Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie, Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Suryadharma Ali, Ketua Umum Partai Amanat Nasional Hatta Rajasa, Presiden Partai Keadilan Sejahtera Anis Matta, dan Ketua Dewan Majelis Pertimbangan Partai Amanat Nasional Amien Rais[2]. Keberadaan koalisi merah putih ini disinyalir bertujuan untuk menjaga keseimbangan pemerintahan.
            Anggota Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho mengatakan bahwa ada empat hal yang menjadi tujuan dibentuknya koalisi merah putih, diantaranya menguasai parlemen (melalui Undang-Undang MD3), menguasai pemerintahan daerah (melalui Undang-Undang Pilkada), menguasai atau melemahkan KPK dan menguasai pemerintahan (presiden dan wakil presiden diupayakan dipilih oleh DPR/MPR tidak lagi oleh rakyat). Emerson mengibaratkan, dengan disahkannya Undang-Undang Pilkada dengan politik desa mengepung kota. Menurut kacamatanya, tujuan disahkan Undang-Undang Pilkada bukanlah sekedar pemilihan kepala daerah oleh DPRD[3].
            Sedangkan menurut Ketua Presidium Koalisi Merah Putih Aburizal Bakrie mengatakan bahwa ada empat hal yang menjadi tujuan Koalisi Merah Putih yang diyakini dapat membawa Indonesia maju ke depan, diantaranya: Koalisi Merah Putih akan mempertahankan Pancasila sebagai ideologi negara, ini pokok dan eksplisit. Kedua, kita mempertahankan Bhinneka Tunggal Ika. Koalisi Merah  Putih juga menjamin kebebasan warga negara Indonesia untuk menjalankan agama dan kepercayaannya masing-masing. Terakhir, ada prinsip hak asasi manusia agar negara menjamin warga negara bebas menjalankan apa yang dipikir dia baik[4].
            Semoga kelak program yang direncanakan pemerintahan Jokowi-JK dapat terealisasi secara maksimal atas partisipasi semua golongan masyarakat. Keberadaan koalisi merah putih diparlemen yang merupakan badan legislatif diharapkan berpotensi positif dalam membantu serta memberi nasehat dalam merealisasikan program kerja presiden terpilih bukan malah menghambat, sehingga membuat program pemerintah tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Solusi:
1.    Diperlukan adanya suatu revolusioner dalam sistem politik di Indonesia ini dimana dengan adanya revolusi ini diharapkan sistem politik di Indonesia dapat sejalan dengan tujuan bangsa dan negara ini. Bila masalah hukum itu melibatkan partai politik dan pemerintah maka akan dengan mudah masuk keranah politik. Hal inilah yang membuat kasus tersebut tidak terselesaikan tetapi justru memperkeruh berbagai masalah di negeri ini. budaya politik yang tidak sehat inilah yang nantinya harus diperbaiki secara revolusioner.
2.    Peningkatan akurasi daftar pemilih terkhusus bagi KPU (Komisi Pemilihan Umum) dimasa mendatang agar tidak ada lagi sengketa yang terjadi akibat kinerja KPU yang kurang maksimal.
3.    Diperlukan adanya negarawan baik di parlemen maupun lembaga politik yang bisa memberikan kontribusi positif bagi kemajuan bangsa indonesia sebab negara indonesia sudah terlalu banyak politisi yang mementingkan golongan atau partainya dibandingkan kepentingan rakyat sehingga peran negarawan sangat diperlukan untuk menjalankan roda pemerintahan.
4.    Diperlukan adanya kerjasama baik dari badan eksekutif, legislatif, dan yudikatif di pemerintahan dalam mensukseskan program kerja yang berdampak pada kesejahteraan rakyat.
5.    Menyadari betapa pentingnya rasa nasionalisme maka penulis menyarankan agar kurikulum pendidikan kita seharusnya memberikan penekanan penting pada nasionalisme, supaya para anak bangsa kita memiliki rasa nasionalisme sejak dini. Penulis prihatin kalau melihat kenyataan bahwa saat ini, frekuensi adanya upacara bendera di sekolah-sekolah sudah jauh berkurang dibandingkan dulu. Lagu-lagu nasionalisme seperti Indonesia Raya, Bangun Pemudi-Pemuda, Indonesia Pusaka, Padamu Negri sama sekali tidak populer di masyarakat; masyarakat justru lebih menyukai lagu-lagu barat atau lagu K-Pop. Dan para pemusik bangsa pun jarang ada yang tergerak untuk membuat atau menyanyikan lagu-lagu kebangsaan yang mendorong rasa nasionalisme.
6.    Perlu adanya aktifitas politik yang bisa mengakomodir semua kepentingan golongan yang ada di indonesia, seperti adanya perwakilan dari setiap golongan masyarakat di lembaga perwakilan rakyat (DPR) sehingga bisa menfasilitasi setiap kepentingan elemen masyarakat di indonesia.
7.    Perlu adanya kerjasama antara pemerintah, masyarakat dan sektor swasta dalam melakukan usaha sosialisasi dalam rangka pencerdasan masyarakat sehingga masyarakat awam makin paham tentang politik dan memilih wakilnya di pemerintahan.



[1]http://www.merdeka.com/politik/pdip-politik-indonesia-saat-ini-dalam-puncak-karut-marut.html. Diakses pada tanggal 11 oktober 2014 pukul 13.44 WITA.
[2]http://nasional.kompas.com/read/2014/10/10/17055851/Koalisi.Merah.Putih.Kuasai.Parlemen.Ini.Niat.Prabowo.html. Diakses pada tanggal 11 Oktober 2014 pukul 14.08 WITA
[3] http://www.tribunnews.com/nasional/2014/09/29/icw-sebut-empat-target-besar-koalisi-merah-putih.html. Diakses pada tanggal 13 oktober 2014 pukul 11.25 WITA
[4]http://nasional.kompas.com/read/2014/09/26/18203191/Kata.Aburizal.Tujuan.Koalisi.Merah.Putih.Bukan.untuk.Menangkan.Prabowo-Hatta.html. Diakses pada tanggal 13 oktober 2014 pukul 11.29 WITA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

< >