Hukum dan ekonomi, sebagaimana tertuang dalam pernyataan ringkas
Judge Richard Posner, salah bidang yang paling, menyatakan pentingnya “penerapan
teori-teori dan metode empiris ekonomi dalam institusi penting sistem hukum
(1975, hlm. 759). Meskipun generasi pertama cendikiawan yang bertumpu pada
kajian efisiensi telah lama menerapkan analisis ekonomi pada beberapa bidang
hukum, misalnya hukum anti-monopoli dan perdagangan, generasi kedua hukum dan
ekonomi sebagaimana yang dikemukakan oleh Posner memusatkan pada studi
prinsip-prinsip ekonomi terhadap setiap masalah hukum, bahkan pada aspek yang
kurang begitu relevan seperti hukum kriminil dan hukum keluarga. Posner
mengikhtisarkan keberhasilan dan pengaruh hukum ekonomi dalam kutipan
pernyataannya di bawah ini:
Analisis hukum ekonomi paling berkembang dan terbanyak dikaji, studi
lintas ilmu yang paling menggeliat dalam sejarah hukum Amerika, berpengaruh
mencolok dalam penyelenggaraan hukum dan keputusan pengadilan, menumbuhkan jasa
konsulltasi hukum yang menguntungkan, menyemarakkan bidang kajian dan buku-buku
dalam analisis hukum, mempengaruhi perundang-undangan (analis hukum ekonomi berperan
penting dalam perkembangan peraturan deregulasi), mengembangkan studi jurusan hukum
strata satu dan dua yang mengkhususkan kajian hukum dan ekonomi di
fakultas-fakultas mereka, meningkatkan para praktisinya di lembaga administrasi
universitas dan yudikatif federal, dan kini merambah ke kawasan Atlantik dan
mulai menggenang begitu cepat di Eropa.” (1995, hlm. 275).
Gagasan yang serupa dilontarkan oleh
Profesor Thomas Ulen yang menyatakan hukum ekonomi merupakan “salah satu
inovasi paling berhasil dalam studi akadamik hukum pada akhir abad ini” – suatu
bidang ilmu “…. yang banyak mewarnai … pendidikan hukum modern” (1997, hlm.
434).
Dalan rentang
sepuluh tahun terakhir telah terbit banyak artikel hukum ekonomi dan dalam lima
tahun terakhir tak satu pun di antara artikel itu yang lebih banyak menumpukan
kajian selain hukum ganti rugi … suatu pendekatan baru dalam studi hukum
ekonomi … Kecenderungan ini berpeluang besar melanjut pada masa mendatang …Tak
ada praktisi hukum, akademisi hukum, hakim pada masa mendatang begitu percaya
piawai memahami hukum modern ganti rugi tanpa menelaah secara seksama analisis
hukum ganti rugi dalam bidang ekonomi.
Di antara
kebanyakan pandangan ahli, Priest mengukuhkan hal ini: Tak ada cendikiawan yang
memperoleh pemahaman yang memadai mengenai hukum ganti rugi tanpa mula-mula
memahami betul prinsip-prinsip dasar hukum dan ekonomi. Hubungan antara
teori-doktrin sebenarnya agak timbal balik. Karena itu, untuk menyelami
analisis ekonomi modern maka diperlukan pemahaman mengenai dampak hukum ganti
rugi yang bersumbangsih dalam perkembangan hukum ekonomi modern.
Untuk
memahami hal tersebut, ada dua pendekatan umum yang perlu ditelaah dalam hukum
dan ekonomi, yakni: pendekatan positif,
yang terdiri dari deskriptif maupun prediktif dan pendekatan normatif, yang terdiri dari preskriptif maupun
pertimbangan (judgmental). Para ahli
hukum ekonomi mesti mengajukan dua pertanyaan perihal pendekatan positif: Bagaimanakah
pengaruh perilaku suatu kebijakan, dan apakah kebijakan tersebut menciptakan
efisiensi – yakni, dampaknya terhadap minimalisasi biaya? Kedua, bagaimana
hukum itu seharusnya sekiranya efisiensi adalah satu-satunya tujuan, dan apakah
hukum, mesti bertumpu pada efisiensi? Pertanyaan kedua ini diajukan kepada para
penganut positivisme – pengujian hipotesis bahwa hukum bertumpu pada
pertimbangan terstruktur jika memang efisiensi adalah satu-satunya tujuan
(lihat misalnya, Landes && Posner, 1987; Easterbrook & Fischel,
1991). Pemastian dan pengujian hipotesa positif tersebut pernah menjadi upaya
pokok hukum dan ekonomi dan sebagian besar merupakan tanggung jawab atas apa
yang kita sebut sebagai hukum dan ekonomi genarasi kedua. Kalau memang
demikian, hipotesa positif pada akhirnya kehilangan sebagian besar, meskipun
tentu saja tidak semua, pegangannya. Lagipula, upaya ini hanyalah keberhasilan
perdana yang mengesankan dalam meyakinkan beberapa cendikiawan dalam menimbang
efisiensi secara serius sebagai suatu tujuan hukum. Sebagian alasannya adalah
karena dukungan empiris yang mencolok bagi positivisme yang menegaskan bahwa
“logika hukum” sesungguhnya mengandung logika ekonomi” (Posner, 1975, hlm. 764,
penekanan dambahan diberikan), karena
ahli hukum dan beberapa juri hukum mengesampingkan logika normatif bahwa logika
hukum haruslah berlogika ekonomi
(Michelman, 1978, hlm 1038-1039). Dan kalau demikian, ada dua pertanyaan yang
diajukan perihal pendekatan normatif. Pertama, haruskah efisiensi menjadi
tujuan hukum? Dan kedua, jika memang, bagaimana hukum diperbaharui guna menempuh
upaya terbaik dalam memenuhi tujuan efisiensi? Pertanyaan pertama menggugah
munculnya berbagai pendapat dari para pakar hukum seperti Guido Calabresi,
Jules Coleman, Ronald Dworkin, dan Richard Posner yang merupakan salah satu
dari banyak perselisihan pandangan yang tajam dan terkenal dalam hukum pada
abad kedua puluh (lihat Journal
of Legal Studies, edisi
9; Hofstra Law Review,
edisi 8). Namun, kini banyak cendikiawan hukum dan ekonom menegaskan tanpa
enggan bahwa tujuan hukum mesti berpijak pada efisiensi (Hylton, 2005, hlm.9). Para
ahli hukum ekonomi saat ini kebanyakan menelaah pengaruh kebijakan yang
berbeda-beda (isu positivisme) dan merekomendasikan perubahan berdasarkan
dampaknya (isu normatif). Untuk memahami bagaimana kita memahaminya, adalah berguna
untuk menelaah lebih tajam hipotesa hukum positif.
Dalam
salah di antara berbagai karya awal dan paling penting dalam studi positivisme,
Richard (1972) meneliti 1.500 keputusan pengadilan banding untuk menguji “teori
kelalaian” (theory of negligence) (hlm.
29). Hasil analisis sampel menguatkan hipotesanya bahwa “fungsi dominan sistem kesalahan
adalah mengacu kaidah-kaidah tanggung jawab dari akibat tindakan yang
ditimbulkan, setidaknya pada level kecelakaan dan keselamatan yang dibenarkan
menurut efisiensi biaya” (1972, hlm. 32).
Posner
menyatakan bahwa perbedaan atas perbedaan pandangan antara logika keputusan
positif dan normatif berdasarkan argumen ini menunjukkan bahwa satu-satunya
tujuan – efisiensi – memua segenap penjelasan hukum kelalaian dari sampel
penelitiannya sebanyak 1.500 pendapat responden tersebut. Hal yang mendukung
atas hipotesa ini, dari 1.500 sampel opini yang diteliti.
Hal
ini mendukung hipotesis tersebut dimana perselisihan tersebut diselesaikan
melaui retorika yang tertuang dalam kaidah hukum ekonomi yang diatur dalam
ketentuan Satandar Keputusan Hukum Ekonomi Ekonometrika (Judge Hand)
[in United
States v. Carroll Towing Co. , 159
F.2d 169 (2d Cir. 1947) ” (1972 , hlm. 32).
Meskipun kasus ini di luar data yang
dihimpun Posnr, ia merbuapaya merumuskan “upaya dalam membuat standar yang
berlaku di pengadilan yang dijelaskan (hlm 32). Karena itu, tingkat keberhasian
yang memadai dari upaya positivisme hukum ditelaah dalam kasus tabrakan kapal
Caroll Towng.
Untuk memahami dengan baik persoalan
ini bahwa Keputusan Hakim Menurut Perhitungan Aljabar (Judge Hand) berlaku, tinjaulah konteks perkara dimana hukum
ekonomi umumnya berlaku. Tergugat, Carroll Towing Co., mengatur posisi jalurnya
terhadap jalur kapal-kapal tongkang yang tengah melabuh di Pelabuhan New York.
Salah satu kapal tongkang, the Anna C , berupaya menghindar dan menabrak sebuah tanker. Baling-baling
tanker tersebut merusak badan kapal tunda Anna C, dan kapal Anna C tenggelam. Penguggat, pemilik Kapal Anna C, menggugat Carroll
Towing Co. atas kerugian tersebut.
Perkara pengadilan banding apakah
pemilik kapal tunda, yang dituduh lalai dalam siding perkara, dapat menghindari
ganti rugi kerusakan kepada pemilik Kapal Anna C. Tergugat menyatakan bahwa
sebagian kecelakaan tersebut diakibatkan oleh pemilik kapal tongkang tersebut
karena gagal mempertahankan arah jalur. Teori Aljabar Ganti Rugi (Judge Hand) memutuskan bahwa tergugat
dianggap lalai, dan penggugat juga berkontribusi terhadap kelalaian, dengan
mempertimbangkan biaya sisi penghindaran suatu kecelakaan dikurangi biaya yang
diharapkan kecelakaan. Menurut rumus aljabar yang ringkas dan tajam ini,
kewajiban suatu pihak dinyatakan dalam fungsi tiga variabel: peluang terjadinya
kecelakaan, (P); tingkat keparahan kerugian yang ditimbulkan
jika kecelakaan terjadi, (L); dan tanggung jawab tindakan pencegahan yang
memadai untuk menghindari kecelakaan. (B).
Dengan menerapkan rumus tersebut,
maka keputusan hukum menyatakan bahwa pemilik kapal tongkang berkontribusi
terhadap kelalaian karena itu biaya ganti rugi juga ditanggung pada pemilik
kapal tongkang (B) yang kurang daripada peluang kerugian (P) dikali tingkat
keparahan kerugian (L).
Menurut Posner, logika Ganti Rugi
Ekonometirka ini secara tersirat (implist) menunjukkan pengertian kelalaian
secara ekonomi (1972, hlm. 32). Sebagaimana yang dikemukakan oleh Posner,
“Rumus Logika Ekonomi ini” mengacu pada tujuan efisiensi yakni minimalisasi
total biaya kecelakaan, termasuk biaya penghindaran kecelakan jika B < PL, sehingga memperhitungkan
nilai marjinal dalam penghindaran kecelakaan (B) yang menghasilkan nilai
positif bersih ditinjau dari reduksi marjinal biaya kecelakaan yang diharapkan (PL).
Jadi efisiensi tersebut mengharuskan adanya pertimbangan minimalisasi. Dengan
menetapkan setiap pihak yang bertanggung jawab berdasarkan ketentian B < PL, hukum ganti rugi mengharuskan
adanya pertimbangan efinsiensi menurut penghindaran kecelakaan. Dalam bahasa
hukum ekonomi, hukum ganti rugi pihak-pihak “menginternalisasi biaya eksternal
mereka”, yakni (biaya eskternalitas adalah biaya dimana tindakan suatu pihak
berlaku dengan mempertimbangkan tindakan pihak lain dalam suatu perkara dimana
masing-masing meniadakan pertimbangan dari sudut pandangnya sendiri berdasarkan
perhitungan nilai efisiensi. Berdasarkan pendapat kalangan hukum ekonomi,
banyak hukum ganti rugi dipahami sebagai upaya utuk mengharuskan
individu-individu mempertimbangkan internalisasi biaya-biaya atas pertimbangan
tindaka individu-individu lain yang berperkara.
Model
Ekonomi Kasus Kapal Carroll Towing
Perhitungan
Awal Asumsi
Untuk
mengetahui dengan jelas dan di bawah kondisi apa Rumus Ekonometrika ini berlaku
menurut sudut pandang efisiensi, kita sekarang meninjau model sederhana kasus Caroll Towing. Sebagaimana fakta-fakta
yang terjadi dalam kasus Carrol Towing, premis kita didasarkan pada sekumpulan
asumsi, yang banyak di ataranya tidak realisitis, sehingga kita barangkali yang
kurang paham analisis ekonomi mengetahui dengan asumsi yang digunakan menurut
model ini. Dengan menerapkan asumsi ekonomtrika ini melalui penyederhanaan,
maka akan memberikan kita gambaran beberapa kesahihan suatu model abstrak
ekonometrika dan kemudian mengevaluasi pengaruhnya berdasarkan asumsi-asumsi
dasar, sehingga kita dapat mengilustrasikan ciri penalaran ekonomi dan potensi
manfaatnua ditilik dari aspek keuntungan dan biaya. Disamping itu, kita dapat
menyuguhkan metodologi analitis yang sebagian besar digunakan oleh analis hukum
ekonomi yang disebut sebagai aturan main keputusan perkara (game theory).
Asumsi model kita adalah sebagai berikut:
1) Ekonom Robert Cooter dan Thomas Ulen menyatakan bahwa “salah satu
asumsi pokok dalam teori ekonomi adalah pengambil keputusan bertindak atas
dasar kepentingan diri yang rasional, “yang berarti bahwa mereka memiliki
pilihan-pilihan yang stabil dan sistematis, yang menunjukkan bahwa ... mereka
memperhitungkan biaya dan manfaat dari pilihan-pilihan alternatif yang tersedia
bagi mereka dan mereka dapat memilih pilihan-pilihan alternatif tersebut yang dapat
menawarkan keuntungan atau maslahat yang sebesar-besarnya” (hlm. 350-351).
Asumsi pertama ini memandang bahwa pemilik kapal tongkang dan pemilik kapal
tunda adalah individu yang rasional.
2) Semua biaya dan keuntungan dapat diukur menurut perhitungan nilai mata
uang tunggal: dollar.
3) Pemilik kapal tongkang dan pemilik kapal tunda memiliki dan memberikan
informasi yang rinci meskipun tidak sempurna (yakni, mereka tahu bahwa
pertimbangan pihak-pihak lain menurut pertimbangan untung-rugi; dan mereka
masing-masing tahu bahwa masing-masing pihak memperoleh informasi yang baik,
namun tidak mengetahui sebelumnya berapa besar tindakan yang akan diambil oleh
pihak lain).
4) Biaya transaksi (lebih spesifik disebut biaya ex ante (sebelum
kecelakaan) bagi pemilik kapal tongkang dan kapal tunda yakni alokasi tangung
jawab atau tingkat kehati-hatian atau kewaspadaan berdasarkan
ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam kontrak).
5) Biaya keagenan (termasuk biaya mempekerjakan dan memonitor agen, serta
biaya residu atas kemangkiran agen) antara pemilik kapal tongkang dan
pekerjanya adalah nol.
6)
Level
aktivitas pihak-pihak yang berperakara, fruekuensi dan jangka waktu tindakan
mereka tidaklah relevan karena tidak mempengaruhi total biaya kecelakaan. Yang hanya
dipandang relevan adalah level kehatian-hatian ketika mereka bertindak.
7)
Standar pengurusan biaya liabilitas tidak
ditanggung biaya.
8)
Kedua pihak yang berperkara netral resiko – yakni
individu yang berhati-hati mengenai nilai pilihan mereka. Nilai yang diharapkan
dari suatu pilihan yang beresiko adalah nilai absolute mereka, sekiranya terjadi,
dikali peluang yang akan terjadi. Sebaliknya nilai terbalik resiko, yang
dimaksud adalah kehati-hatian yang tidak
hanya menyangkut biaya yang diharapkan, melainkan pula mengenai nilai absolut
resiko. Misalnya, seseorang diberikan peluang 50% memenangkan $1.000 atau
jaminan menang $500. Kedua pihak memiliki nilai haapan yang sama, $500. Karena
itu, bersifat netral resiko Karen masing-masing pihak tidak dibedakan antara
dua pilihan yang tersedia. Karena itu, jika terjadi kebalikan dari resiko, ia
dengan yakin lebih memilih $500.
9)
Tak ada pengaruh dari pihak eksternal ketiga. Pemilik kapal tunda
dan kapal tongkang hanyalah pihak-pihak yang dipengaruhi berdasarkan interaksi
dan melalui pilihan kaidah-kaidah hukum yang berlaku.
10) Kedua pihak
tahu kaidah-kaidah hukum yang berlaku.
11) Pengadilan
dengan akurat menghitung biaya dan manfaat dari perilaku dan tindakan
masing-masing pihak yang berperkara dan mereka juga tahun angka-angka yang
tertuang pada Tabel 19-1 dan benar-benar menerapkan dan meneriman standar
kewajiban masing-masing pihak yang berperkara.
Model Dasar
Tinjaulah
sekarang ketentuan-ketentuan spesifik dalam contoh kasus yang kita ketengahkan,
sebagaimana yang terlihat di Tabel 19-1, yang menampilkan sebuah contoh yang
dirumuskan oleh Profesor Polinsky dalam karyanya pada bidang masalah ini (2003,
hlm. 48). Seperti yang terlihat pada Tabel 1, pemilik kapal tunda dapat berada
pada level kehati-hatian yang berbeda-beda menurut jalur pergerakan kapalnya
berdasarkan salah satu dari tiga kecepatan laju kapal (speed). Kolom 2
menampilkan pertimbangan keuntungan bagi pemilik kapal tunda untuk
memaksimalkan jumlah upayanya dengan sebarang cara. Menambatkan kapal lebih
lambat mengharuskan pemilik kapal tunda memperoleh tambahan ganti rugi. Ekonomi
mennyatakan tipe keuntungan ini disebut sebagai biaya peluang (opportunity
cost) dan umumnya menganggap biaya ini dijadikan pertimbangan atas tindakan
pihak lain yang berperkara. Kolom 3 menampilkan kedua pihak yang dapat mempengaruhi
biaya kecelakaan yang diharapkan terhadap pemilik kapal tongkang. Sebagaimana
yang terlihat pada kolom 3 dan 4, kita mengasumsikan bahwa pemilik kapal
tongkang dapat berada pada salah satu dari dual eve; kehati-hatian, ia dapat
memmbiarkan pemilik kapal tongkang tetap berada di posisi jalurnya atau
memungkinkan pemilik kapal tongkang menyingkir dari jalurnya. Meskipun tidak
dinyatakan pada tabel, kita dapat mengasumsikan bahwa biaya terhadap kapal
tunda yang tetap berada di jalur geraknya bernilai posiif, namun sangat kecil
($1). Kolom 4 menampilkan total keuntungan yang diharapkan yang kurang daripada
total biaya yang diharapkan – perolehan biaya sosial bersih – dari tindakan
pihak lain menurut level kehati-hatian yang berbeda-beda.
Efisiensi
yang diperoleh – yakni, dampak yang meminimlakna baya kecelakaan dan
memaksimalkan keuntungan sosial bersih – yang berlaku menurut kehati-hatian
kedua belah pihak. Pemilik kapal tunda harus melaju pada kecepatan sedang, dan
pemilik kapal tongkang harus memberi amaran bahwa kapal tunda tetap berada di
jalur pergerakan kapalnya. Meskipun kolom 4 menunjukkan hasil yang efisien,
kolom ini menampilkan perhitungan mengapa begitu hasil perhitungan
efisiensinya, yang berguna dalam melakukan analisis perhitungan marjinal yang
menjadi dasar penalaran ekonomi. Pergerakan laju kapal tunda yang cepat
menghasilkan keuntungan terbesar yang diharapkan oleh pemilik kapal tunda
($150). Namun ditinjau dari nilai guna sosial, pergerakan kapal tunda yang
berada pada laju sedang lebih dipilih karena biaya marjina; pemilik kapal tunda
berada pada nilai sedang (B) yakni hanya $50 dari peluang biaya ($150-$100),
sedangkan keuntungan marjinalnya jika ditinjau dari biaya kecelakaan yang
diharapkan (PL) sebesar $75 (tergantung level kehati-hatian pemilik kapal
tongkang, $125-$50-$75). Karena biaya penghindaran kurang daripada biaya
kecelakaan yang diharapkan (B < PL), maka ditilik dari segi efisiensi,
pemilik kapal tunda tidak segera melambat dengan cepat. Terlihat bahwa
efisiensi juga mengharuskan pemilik kapal tunda tidak bergerak melambat karena
biaya marjinalnya juga sebesar $50, sedangkan keuntungan marjinalnya hanya $30
(B>PL). Jadi, kriteria efisiensi
menetapkan pemilik kapal tunda bergerak melambat pada kecepatan sedang. Demikian
pula, pemilik kapal tongkang harus berada pada jalur pergerakan karena biaya
marjinalnya selalu kurang dari keuntungan marjinal ($1<$20). Setelah
menghitung dampak efisiensi, kita selanjutnya menetapkan sekumpulan standar kewajiban
dalam memenuhi standar tersebut.
Ditilik dari fungsi uamanya dalam melegitimasi hipotesa
hukum positif, sekiranya terdapat terdapat suatu perkara yang memang memenuhi
hipotesanya, maka hipotesa ini disebut hipotesa kasus Caroll Towing. Namun,
ironisnya, para analis hukum ekonomi kebanyakan mengabaikan pertimbangan apakah
Rumus Ekonometrika (Hand Formula) sebagaimana yang diterapkan pada kasus Kapal
Caroll Towing benar-benar efisien., yang hanya menapilkan pertimbangan dan
perhitungan secara abstra, karena perhitungan efisiensinya kemungkinan tidak
berlaku jika berhadapa dengan kasus spesifik. Berdasarkan pertimbangan hipotesa
positivisme, kita akan menguji hipotesa
ini sebagai suati peluang untuk menguji ulang hipotesa dengan menempatkan Rumus
Ekonometrika dalam konteks yang sebenarnya.
Untuk menentukan apakaha standar hukum United States
Caroll Towung efisien, maka kita harus mula-mula mengajukan pertanyaan, apa
yang dibandingkan dalam suatu perkara menurut efisiensi? Kaidah 1-6 sebagaimana
yang ditunjukkan pada Gambar 19-1 menampilkan standar enam kewajiban yang
mungkin diberlakukan. Pertanyaan yang mesti dijawab dari kedua pihak adalah
apakah kedua pihak berada pada level efisiensi jika ditilik dari tingkat
kehati-hatian. Keputusan untuk memutuska ganti rugi didasarkan atas kewajiban
masing-masing pihak yang berperkara (yakni, maisng-masing menanggung kewajiban,
berdasarkan pertimbangan kehati-hatian ditinjau dari aspek efisiensi) dan
apakah hasilnya efisien. Masing-masing kaidah tersebut didasarkan pada jumlah
(kuantitas) waktu yang diperlukan dan dihitung menurut Rumur Ekonometrika.
Penting untuk mengetahui bahwa kedua kapal sebagaimana
yang ditunjukkan pada Gambar 19-1 merupakan gambaran dari tindakan
masing-masing tindakan pihak yang berperkara yang umumnya menganut kaidah
kewajiban yang harus dilakukan oleh masing-masing pihak menurut Hukum
Ekonometrika. Kaidah 3 adalah standar yang mengatur kelalaian, yakni tergugat
berkewajiban menagugng biaya atas kelalaiannya apakah ia tidak memenuhi
kehati-hatian ditinjau menurut efisiensi, namun pihak penggugat juga dikenakan
kewajiban. Kaidah 4 mengatur standar “terbalik” (kewajiban yang ketat dimana
pihak tergugat melakukan kelalaian). Kewajiban penggugat terjadi jika ia tidak
memenuhi prinsip kehati-hatian atas kelalaian, tetapi sebalknya tergugat juga
dibebani kewajiban. Di bawah standar Hhukum Ekonometrika Ekonomi yakni kaidah
2, tergugat dibebani kewajiban jika dan hanya jika penggugat melakukan kehati-hatian ditinjau menurut efisiensi.
Tetapi pihak tergugat tidak. (Standar ini, yang merupakan standarisasi hukum
ganti rugi dasar, dan versi yang diberlakukan dala perkara tabrakan kapal
Carrol Towing yang disebut sebagai “kelalaian atas tergugat atas kelalaian yang
dilakukan pihak lain”). Sedangkan kaidah 5 menyatakan penggugat memenuhi
kewajiban jika dan hanya jka tergugat berhati-hati tetapi penggugat tidak. (Ini
disebut kaidah terbalik dua pihak yang mesti dipertibangkan dalam keputusan
pengadilan).
Efisiensi Sebagai Norma
Jika
sebagaimana yang kita pahami dari uraian subbab seleumnya standar kewaijiban
yang ditetapkan pada Rumut Ekonometrika Hukum dalam kasusu Caroll Towing
tidaklah berdasarkan pada nilai paling maksimal efisinesi, jika ada alasan
untuk mempercayai bahwa yuri (hakim) yang berhasil mempertimbangkan segi
efisiensi pada kasus ganti rugi- atau setidaknya mereka cukup taat asas dalam
membenarkan secara absah tuntutan dimana umumnya hukum cenderung mengarah pada
pertimbangan efisiensi. Bahkan sekiranya suatu kasus dipertimbangka menurut
efisiensi dianggak tidak memenuhi standar efisiensi, maka kecil alasan logis
untuk yakin bahwa pengadilan mempertimbangkan aspek ekonomi yang akan mencapai
keputusan yang memenuhi kriteria efisiensi. Lagipula, pengadilan dan yuri membuktikan
bahwa sedikti atau tanpa memuat masud yang meminta berbagai sumber informasi
yang tidak berkait sama sekali atauamat kecil kaitannya dengan pertimbangan
efisiensi; mereka lebih mengacu pada persoalan-persoalan yang memfokuskan pada
kasus atas beban tanggung jawab atau pemutusan kesalahan atas pertimbangan
efisiensi (Feigenson, 2000).
Meskipun
analisis sebeluknya mengajukan beberapa
keraguan terhadap gagasan dan kaidah hukum yang dianut oleh positivisme hukum
dan ekonomi, analisis menurut kaidah hukum positivisme juga memperhitungkan
pertimbangan bahwa hukum dan eonomi menjadi pertimbangan analisis hukum.
Meskipun penganut positivisme kini mengancu dan mempertimbangkan aspek perkara
menurut positivisme, maka aspek normatif juga juga mesti dipertimbangkan dalam
mencapai tuuan efisiensi sebagai tujuan relevam hukum dan menerapkan piranti
hukum dan ekonomi guna memahami yang dapat memenuhi tujuan.
Menurut
kemaslahatan sejati dalam bidang hukum dan ekonomi berdasarkan kaidah normatif,
yang digunakan dalam menelaah dan memutuskan dengan jelas perkara bagi pihak
hakm maka pembaharuan kaidah-kaidah hukum yang tidak mesti harus efisiensi
sebagaimana yang dikehendaki. Menurut standar pertimbangan kemaslahatan, ahli
hukum ekonomi telah menerapkan kaidah-kaidah yang diatur dalam pasal-pasal yang
mengatur tentang efisiensi, khususnya mengenai kaidah-kaidah hukum ganti rugi
atau keputudan hukum ganti rugi. Dan ada beberapa karya hukum yang baik
mengenai kaidah-kaidah utama pengetahuan hukum ekonomi (misalnya karya Landes
& Posner, 1987 ; Shavell, 1987 ; Polinsky, 2003 , pp. 43 – 78; Posner, 2007
, pp. 167 – 213), yang menawarkan cara bagaimana seharusnya pengadilan beruapa
memutuskan kasus-kasus yang berdasarkan pada pencapaian tujuan efisiensi
menurut kasus-kasus ganti rugi yang terjadi. Pada sub uraian iat kita telah
memperoleh pemahaman melalui kajian kita mengenai kasus Kapal Caroll Towing
dalam mengembangakan daftar persoalan kasus secara menyeluruh dan parsial yang
ditinjau menurut efisiensi – pengadilan dalam mengajukan pertanyaan ketika
berhadapan dengan tuntutan ganti rugi. Karena pertimbangan ini, kita mesti
mengembangkan pedoman umum yang berguna ditinjau dalam lingkup menyeluruh
kasus. Namun demikian, upaya ini harus setidaknya mempertimbangkan segala sisis
yang berguna sebagai cara untuk mempertimbankan beberapa uraian di sub-uraian
selanjutnya.
Misalkan
efisiensi yang dianut menurut pertimbangan hukum yang dianut hakim ketika
berhadapan dengan kasus ganti rugi. Maka halim harus memutuskan mula-mula
bagaimana menetapkan ketentan hukun dan selanjutnya menetapkan tipeperlindungan
hukum menurut kaidah-kaidah yang sudah berlaku dalam hukum. Jika biaya transaksi
antara pihak-pihak yang berperkara rendah – dan khususnya jika ukuran atau
pertimbangan objektif pengadilan atas kerusakan yang terkadi menyimpanga secara
nyata dari pihak-pihak yang berperkara harus menetapkan keputuan bersama yang
saling menguntungkan kedua pihak berdasarka pertimbangan kaidah-kaidah hukum
perlindungan yag berlaku sebagaimana yang diatur dalam kaidah hukum kepemilikan
(Posner, 1986, hm.49-50).
Namun
jika biaya transaksi dianggap tinggi untuk dapat dihindari, maka portensi kaidah
kewajiban dijamin, sehingga pendahilan mesti mempertimbangkan dala keputusannya
dengan mengacu pada standar-standar kewajiban yang paling efisiensi menurut
kaidah-kaidah hukum ekonomi. Mula-mula pengadilan harus memfokuskan semata-mata
pada level kepedualian masing-masing pihak yang berperkara, dengan menetapkan
keputusan a[akah salah satu pihak ata kedua pihak dapat memberikan level
kewajiban yang harus dipenuhi menurut level kehati-hatian yang akan mengurangi
atau mereduksi tota biaya kecelakaan. Persoala dibagi atas dua pertimbangan,
salah satu pertimbangan dikaji secara mendalam oleh akar hukum ekonomi dan
pertimbangan lain apakah masing-masing pihak dapat melakukan penyesuaan
ditinjau dari level kehatian-hatian masing-masing dalam menghindari kecelakaan
dari kasus hukum. Jika level kehati-hatian kedua pihak dianggap relevan atau
berhubungan, kecelakaan tersebut mempetimbangkan kedua pihak; jika hanya satu
pihak dapat mempengaruhi biaya suati kecelakaan
dengan melakukan penyesuaian yang hanya mempertimbangkan salah satu
level pertimbangan dari satu pihak saja, maka hubungan keputusan digolongkan
dalam keputusan sepihak dan saalah satu pihak tidak dapat melakkukan
penyesuaian level kehati-hatian dalam mengurangi biaya suatu kecelakaan, yang
digolongkan sebagai hubungan kasus “tak lateral”.
Pertanyaan
selanjutnya yang dipertimbangkan adalah kemampuan membela diti akan menurut
fakta memiliki pengaruh menguntungkan terhadap perilaku pihak yang berperkara
dengan mengajukan apakah kewajiban ganti rugi sebenarnya memberi pengaruh yang
menguntungkan pihak lain. Pertama, setiap pihak mempetimbangkan faktor
eksternalitas bakan ketika ada resiko kewajiban gantu rugi. Misalnya, salah
satu pihak tidak dapat mengurangi resiko yang dibebankan kepadanya, atau
memperoleh jaminan yang secara substansial meniadalan dampak kaidah-kaidah
keputusan hukum ganti rugi (Hanson dan Logue, 1990). Kedua, kewajibam ganti
rugi sifatna berubah-ubah berdasarkan insentid yang memadai menurut tingkat
kehati-hatian yang ditentukan dari ketentuan-ketentuan selain dairpada hukum
ganti rugi (Shavell, 2007). Sejumlah sumberm misalnya regulasi pemerintah dan
faktor-faktor ekonomi pasar, antara lain pasar asuransi yang berfungsi baik-yang
dapat member asuransi atau insentif. Demikian pula ciri kerusakan atas resiko
tertentu dapat menetapkan kewajiban satu pihak secara relatif memperoleh insentif
yang kuat untuk mengindari beban kewajiban atas kecelakaan tanpa memandang
apakah hukum ganti rugi pada tempo selanjutnya memutuskan kewajiban (Landes
& Posner, 1987, hlm. 65; Croley & Hanson, 1995, hlm. 1913). Jika hukum
ganti rugi dapat mempertimbangkan aspek lain atau memberikan cara untuk membela
diri secara tidak efektif atas tuntutan salah satu pihak, funsginya tidak
didapat dijadikan dasar pembenar sebagai piranti dalam mencegah kecelakaan pada
masa selanjutnya.
Memaksakan
kewajiban ganti rugi pada salah satu pihak
akan menghasilkan pemenuhan level ganti rugi ditilik dari segi efisiensi
yang dapat dihindari oleh pihak lain (B < PL).
Jika
salah satu dari persyaratan ini tidak dioenuhi, maka kewajiban tidak akan
memberi pengaruh yang menguntungkan menurut level kehatian-hatian salah satu
pihak yang berperkara. Kerana itu, jika hakim berhadapan dengan konteks
hubungan non-lateral, ia aan memilih keputusan menurut standar kewajiban dengan
menggunakan dan berpatokan pada kriteria selain dari kriteria penghindaran ata
pembelaaan diri. Jika konteks kecelakaan tergolong sepihak (unilateral), maka
tidak aa kewajiban mutlak, tergantung pada perilaku pihak yang berkaitan dengan
perilaku pihak lain. Terkahir, jia konteks kecelakaan tergolong hubungan
biletral maka pertimbangan dan keputusan hakim menurut efisiensi harus memilih
beberapa satndar kewajiban yang tersedia atau ditetapkan. Selanjutnya, hakim
dapat mengajukan pertanyaan lanjut apakah salah satu pihak dapat memastikan
level kehatian-hatan pihak lain sebelum memutuskan apakah masing-masing memang
berhati-hati. Jika tergugat dapat mengetahui level kehati-hatian penggugat,
maka pengadilan dapat memilih standar yang menetapkan kewajiban tergugat ketika
kedua pihak dianggap lalai (kaidah 3 atau kaidah 5). Jika di palin pihak,
penggugat dapat mengetahui dan memastikan level kehati-hatian tergugat maka
pengadilan dapat mengadopsi kaidah hukum 2 atau 4. Tentu saja, jika
kehati-hatian tidak teramati terhadap tindakan kedua pihak, maka tak ada kaidah
yang terpenuhi dari empat kaidah tersebut yang dapat digunakan sebagai dasar
keputusan efisiensi, sehingga digunakan kriteria lain untuk memutuskan pilihan.
Pengadilan
dapat berkonfrontasi dengan bukt-bukti dalam suatu perkara ganti rugi, tentu
saja, mencapai dan menarik kesimpulan dimana pihak penggugat atau pihak terggat
tidak melakukan upaya penghindaran terhadap biaya ganti rugi kecelakaan maka
tidak dapat dijadikan dasar kebenaran keputusan. Dalam konteks tersebut,
pilihan standar kewajiban menghendaki pertimbangan mengenai pihak ang harus
menanggung resiko biaya kecelakan yang tak tergolong kelalalain. Kaidah hukum 2
menetapkan tanggungan biaya bagi penggugat, sedangkan kaidah 4 dan 5 menetapkan
tanggungan biaya bagi tergugat.Dari penjelasan di atas terlihat jelas bahwa ada
dua kemungkina kesimpulan yang dapat diperoleh dari pemeriksaan pengadilan
apakah penggugta atau terggat tidak dapat menghindari biaya kecelakaan yang
memiliki dasar kebenaran hukum. Pertama, pengadilan dapat dipandang salah
memutuskan perkara.Hal ini bisa terjadi setidaknya karena dua alasan, yang
berpangkal dari kekeliruan informasi yang dterima: (1) pengadilan tidak dapat
menetapkan level kehati-hatian kedua pihak berperkara untuk dapat dijadikan
pertimbangan keputusan; (2) pengadilan tidak dapat menetapkan besar ganti
rugimenurt level kehati-hatian. Akibatna, jika terdapat banyak potensi biaya
yang tidak dapat di verifikasi, maka masing-masing pihak menanggung kewajiban
bahkan sekiranya tidak ada bukti kelalaian. Disamping itu, pengadilan harus
peka erhaap daya pembelaan diri, dan tidak hanya mempertimbangkan daya hindar
terhadap kecelakaan yang terjadi. Kesimpulan kedua yang mungkin dapat diambil
adalah hasil-hasil pemeriksaan pengadilan yang tidak menunjukan adanya
kelalaian dimana memang pemeriksaan pengadilan membuktikan hal tersebut. Ketika
kecelaaan terjadi tanpa perilaku kelalaian, maka biaya kecelakaan ditentukan
pada pihak mana yang paling mampu menanggung biaya gantu rugi tersebut. Dengan
kata lain, pengadilan harus memilih keputusan yang terbaik dalam memenuhi
tujuan asuransi-yakni, keputusan dalam menetapkan resiko atas kecelakaan yang
tak dapat dihindari terhadap pihak yang paling kecil menanggung biaya resiko
kecelakaan. Jika penggugat dianggap mengalami resiko tanggungan biaya yang
leboh besar, pengadilan harus menerapkan salah satu kewajiban lain atas
tergugat. Jika tergugat dianggap tergolong
berada dalam resiko yang lebih besar yang memang terbukti tidak benar,
maka penggugat harus bertangung jawab menanggung biaya kecelakaan tanpa
kelalaian. Masalah akhir bagi penetapan keputuan yang berpatokan pada efisiensi
barangkali mempertimbangkan biaya adminsitarasi. Pada konteks kecelakaan
non-lateral, jika tidak ada kritera yang terbukti membantu dalam menunjang
kritera penentuan level kehati-hatian, maka pengadilan menetapan keputusan
tanpa standar kewajiban. Jika konteks kecelakaan ditilik dari hubunga
bilateral, makan pengailan kemungkinan tidak mengetahui suatu kaidah hukum
tertentu, melainkan memutuskan pertimbangan yang fleksibe menurut kaidah 3 dan
4, dimana rumus ekonometrika hukum hanya diterapkan.
Meskipun
daftar kaidah hukum ini tidak berarti berlaku terus-menerus, namun timbul
persoalan atau pertanyaan dari kalangan hukum ekonomi mengenai apakah
pengadilan melaksanakan keputusan hukum menurut hsil efisien sesuai dengan
kriteria efisiensi dalam hukum ekonomi. Akan tetapi pembaca akan melihat dengan
jelas persoalan ini. Meskipun pertimbangan efisiensi mengarah pada pertimbangan
kewajiban yang sama sesuai standar yang ditetapkan dalam konteks kecelakaan
tertentu, ada kemungkinan yang lebihbesar pertimbangan efisiensi yang berbeda
akan menimbulkan implikasi yang bertentangan atas pilihan yang diputuskan
diantara standar-standar kewajiban yang ada. Hakim atau ahli hukum
ekonomi,harus beronfrontasi dengan tugas bagaimana menetapkan pilihan di antara
faktor-faktor efisiensi yang menjadi pertimbangan satu sama lain.
Beberapa Keterbatasan
Hukum dan Ekonomi
Berbagai
aliran pemikrian hukum dan ekonomi sebenarnya
amat tidak swa-kritis. Dtinjau dari pengaruh teori efisinesi, kita mengangap
kewajiban khusus dengan merumuskan beberapa aspek yang menyangkut keterbatasam
hukum dan ekonomi.
Kekeliruang
yang sebagia besar dikritik dari aspek
hukum dan ekonomi apakah kasus dapat diangkat dengan memeriksa kembali
pertimbangan efisiensi sebagaimana yang dijelaskan di sub uraian sebelumnya.
Mskipun ada kemungkinan pertimbangan efisiensi lain yang dapat digunakan,
pertimbangan-pertimbangan tersebut tidak dapat menjawab dengan tuntas
persoalan-persoalan yang berkait dengan bagaimana pengadilan harus mengukr
setiap pertimbangan atau keadilan antara satu pihak dengan pihak lain. Misanya,
bgaimana pengadilan melakukan tindakan bertolak belakang menurut pertimbangan
pembelaan diri atas level kehati-hatian? Atau misalnya bahwa semua pertimbangan
pembelaaan menunjukkan arah yang sama, bagaiamana pengadilan menyanggah
pertimbangan-pertimbangan jaminan gantu rugi yang saling berseberangan satu
sama lain? Bagaimana biaya administrasinya atau ganti ruginya? Apakah
kaidah-kaidah yang lebih ketat selain
kaidah 1 dapat menciptakan keuntungan
yang melebihi biaya administratif atau ganti rugi? Dan bagaimana pengadilan
menetapkan pilihan ganti rugi jika informasi yang diterima tidk sesuai danbiaya
administrasi atau gati rugi yang dihasilkan melebihi apa yang ditentukan daam
Rumus Ekonometika tersebut? Meskipun berbaga pertanyaan ini dapat dijawan apada
level teori, namun sebenarnya tidak dapat secara nyata pada level praktek yang
nyata. Persoalan yang dihadapi oleh para ahli hukum ekonomi adalah efisiensi
menolak aturan normatif, yang secara sgnifikan efisiensi mempengaruhi kaidah
alternatif yang harus ditempuh. Namun ekonom, sebagaimana halnya hakim, sangat
dibatasi oleh biaya informasi dan karena tu, acapkali tidak dapat secara akurat
memperhitungkan pertimbangan-pertimbangan efisiensi yang saling bertolak
belakang.
Ahli
hukum ekonmi mengalami keterbatasan atas persoalan ini sehingga harus menempuh
salah satu dari dua cara – pertama pertimbangan empiris, kedua pertimbangan
teoritis. Pertimbangan pertama adlah pertimbangan yang berdasarka pada aspek
normatif, yang menghendak pemeriksaan empirs guna menimbang pertimbangan-pertimbangan
efisiensi. Pilihan ini jarang ditempuh, dan jika memang ditempuh, maka resiko
atas tanggungan akan melebihi keuntungan yang diraih. Sebaliknya menurut kaidah
normatif diperoleh dari pertimbangan dan analisis yang bukan hana sekedar memperthitungkan
aspek efisiensi, namun juga mendasarkan kesimpulan pada sesuatu yang berciri
etika. Akan tetapi analisis normatif akan kehilangan daya normatifnya jika
mengabaikan pertimbangan potensi efisiensi yang dapat terjadi. Dengan demikian, pendekatan ini harus tidak
berpijak pada kekakuan ilmiah.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh
Amartya Sem (1985) yang menyatakan bahwa tuntutan atau kebutuhan yang dapat
dijajaki dapat berkonflik dengan analisis empiris dan barangkali merupakan hal
yang paling lazim dan mengandung kritik yang potensial terhadap hukum dan
ekonomi sebagaimana sesuatu yang tidak realitis dan tidak ilmiah.yang senantisa
mempertimbangkan perilaku agen dalam masyarakat dan ekonomi (Jolls, Sunstein,
& Thaler, 1998 , p. 1487). Ditinjau secara analis prediksi, kritik terhada[
pertimbangan yang lebih realitis mengenai manusia tidak dapat menggapai sesuatu
yang riil dari kenyataan situasi yang dhadapi oleh manusia untuk bisa ditiru
secara nyata dengan dibuat dalam pemodelan ekonomi (Jolls, Sunstein, &
Thaler, 1998 , p. 1487) dan gagal menyuguhkan model perilaku manusia dalam
menentukan pengambilan keputusa yang normatif perihal wilayah hukum yang
dipandang berlaku optimal (Arlen, 1998 , p. 1788).
Belum lama para ahli hukum melakukan
kajian yang mendalam periha pertentangan antara pilihan rasional. Faktor-faktor
di luar mnusia kadang jauh lebih memberikan pengaruh terhadap perilaku
dibanding pendekatan ilmiah yang digunakan oleh ilmuwan daripada berdasarkan
pada abstraksi (teoritis). Sebenarnya, banyak faktor-faktor yang mempengaruhi
kendali manusia dalam mempertimbangkan keputusan (misalnya struktur pengetahuan
dan hubungan yang tidak jelas) dan faktor-faktor di luar kita yang jauh lebih
berpengaruh atas perilaku ita sendiri. Para ahli yang menerapkan pendekatan uni
disebut berpaham situasional atas realitas perilaku yang mengangap pemahaman
yang tidak realitas yang digunakan dalam kerangka rasionalitas hukum dan bahkan
merugikan (Hanson & Yosifon, 2004 ; Hart, 2005 ; Kang & Banaji, 2006 ).
Sekali lagi dapat dinyatakan bahwa
hukum dan ekonomi berada di antara pertentangan antara gagasan yang dianut oleh
Amarthya Sen, yakni penyederhanaan dan relevasi masalah dalam memutuskan
distribusi atau keadilan ekonomi. Ketika menganalisis efisiensi, salah satu
ahli ekonomi hukum yang memberikan kontribusi yang berjalan saat yang dijadikan
pertimbangan hukum yang cenderung mempertimbangkan aspek kemakmuran dan
dampaknya buruk sebagai sesuatu yang dianggap tidak relevan (Cooter & Ulen,
2003 , pp. 7 – 10; Polinsky, 2003 , pp. 7 – 11, 147 – 56). Misanya, dengan
meninjau ulang enam kaidah hukum sebagaimana yan dikemukakan yang berbeda (lhat
Gamba 19-2) , terbukti bahwa ketik orang mengikuti kaidah 1 sampai 6,
konsekuensi dostrbusi diperhitungkan secara setara berdasarkan hal yang
menguntungkan pemilik kapal tongkang.
Para ahli hukum ekonomi cendurung
mengabaikan pengaruh ketika mempertimbangkan aspek efiisnesi menurut
kaidah-kaidah hukum yang berbeda untuk
dapat diperbandingkan satu sama lain, dimana banyak orang kurang
memperhitungkan total nilai guna sosial (atau utilitas) dibandingkan
distribusi. Para ekonomi memberi pendapat dengan mengamati bahwa persoalan
distribusi yang dipertimbangkan di luar
jangkauan pengetahuan ekonomi dan menyatakan bahwa institusi-institusi lain
lebih baik dibekali dalam mencapai penyesusian tujuan distribus yang atas
pengaruh hukum. Dengan demikian, realitas dan penyederhanaan masalah adaah dua
hal yang berbeda.
Kesimpulan
Sebagaimana kritik yang dipaparkan
di atas menunjukkan bahwa hukum dan ekonomi ini bukan tanpa resiko (biaya).
Pilihan untung-rugi antara memihak pada mazhab realisme dan memihak pada
pengetahuan murni merupakan hal yang lumrah, hal inilah yang menjadi
pertimbangan di kalangan ahli hukum ekonomi akan terus bertentangan. Namun
demikian, dengan menyelami beberapa kelemahan dalam bidang hukum dan ekonmi
tidak lantas memiliki dasar pembenar untuk mengabaikannya. Apapun resikonya
(biaya gantu rugi dalam pengadilan), pertimbangan keputusan menurut hukum ekonomi
juga meraih kelebihan Namun bagaimanapun, selagi tuntutan mempertimbangkan
aspek efisiensi berperan sebagai tujuan huku, maka tidak akan banyak memberi
banyak dukungan selama ada keyakinan yang berlangsung terus bahwa efisiensi
harus menjadi tujuan sistem hukum.
Asumsi-asumsi yang relevan atas mode
berdsat lentur, sehingga hukum ekonomi dapat memberi sumbangsih bagi cara-cara
yang penting dalam memahami pengaruh hukum, bagaimana seharusnya hukum
diperbaharui guna memberi pencapaian tujuan efsiensi yang lebih baik atau
mempertimbangkan biaya efisiensi dengan menetapkan tujuan yang berbeda-beda
yang hendak dicapai.
Hukum dan Ekonomi
JON HANSON, KATHLEEN HANSON dan MELISSA HART
Hukum dan ekonomi, sebagaimana tertuang dalam pernyataan ringkas
Judge Richard Posner, salah bidang yang paling, menyatakan pentingnya “penerapan
teori-teori dan metode empiris ekonomi dalam institusi penting sistem hukum
(1975, hlm. 759). Meskipun generasi pertama cendikiawan yang bertumpu pada
kajian efisiensi telah lama menerapkan analisis ekonomi pada beberapa bidang
hukum, misalnya hukum anti-monopoli dan perdagangan, generasi kedua hukum dan
ekonomi sebagaimana yang dikemukakan oleh Posner memusatkan pada studi
prinsip-prinsip ekonomi terhadap setiap masalah hukum, bahkan pada aspek yang
kurang begitu relevan seperti hukum kriminil dan hukum keluarga. Posner
mengikhtisarkan keberhasilan dan pengaruh hukum ekonomi dalam kutipan
pernyataannya di bawah ini:
Analisis hukum ekonomi paling berkembang dan terbanyak dikaji, studi
lintas ilmu yang paling menggeliat dalam sejarah hukum Amerika, berpengaruh
mencolok dalam penyelenggaraan hukum dan keputusan pengadilan, menumbuhkan jasa
konsulltasi hukum yang menguntungkan, menyemarakkan bidang kajian dan buku-buku
dalam analisis hukum, mempengaruhi perundang-undangan (analis hukum ekonomi berperan
penting dalam perkembangan peraturan deregulasi), mengembangkan studi jurusan hukum
strata satu dan dua yang mengkhususkan kajian hukum dan ekonomi di
fakultas-fakultas mereka, meningkatkan para praktisinya di lembaga administrasi
universitas dan yudikatif federal, dan kini merambah ke kawasan Atlantik dan
mulai menggenang begitu cepat di Eropa.” (1995, hlm. 275).
Gagasan yang serupa dilontarkan oleh
Profesor Thomas Ulen yang menyatakan hukum ekonomi merupakan “salah satu
inovasi paling berhasil dalam studi akadamik hukum pada akhir abad ini” – suatu
bidang ilmu “…. yang banyak mewarnai … pendidikan hukum modern” (1997, hlm.
434).
Dalan rentang
sepuluh tahun terakhir telah terbit banyak artikel hukum ekonomi dan dalam lima
tahun terakhir tak satu pun di antara artikel itu yang lebih banyak menumpukan
kajian selain hukum ganti rugi … suatu pendekatan baru dalam studi hukum
ekonomi … Kecenderungan ini berpeluang besar melanjut pada masa mendatang …Tak
ada praktisi hukum, akademisi hukum, hakim pada masa mendatang begitu percaya
piawai memahami hukum modern ganti rugi tanpa menelaah secara seksama analisis
hukum ganti rugi dalam bidang ekonomi.
Di antara
kebanyakan pandangan ahli, Priest mengukuhkan hal ini: Tak ada cendikiawan yang
memperoleh pemahaman yang memadai mengenai hukum ganti rugi tanpa mula-mula
memahami betul prinsip-prinsip dasar hukum dan ekonomi. Hubungan antara
teori-doktrin sebenarnya agak timbal balik. Karena itu, untuk menyelami
analisis ekonomi modern maka diperlukan pemahaman mengenai dampak hukum ganti
rugi yang bersumbangsih dalam perkembangan hukum ekonomi modern.
Untuk
memahami hal tersebut, ada dua pendekatan umum yang perlu ditelaah dalam hukum
dan ekonomi, yakni: pendekatan positif,
yang terdiri dari deskriptif maupun prediktif dan pendekatan normatif, yang terdiri dari preskriptif maupun
pertimbangan (judgmental). Para ahli
hukum ekonomi mesti mengajukan dua pertanyaan perihal pendekatan positif: Bagaimanakah
pengaruh perilaku suatu kebijakan, dan apakah kebijakan tersebut menciptakan
efisiensi – yakni, dampaknya terhadap minimalisasi biaya? Kedua, bagaimana
hukum itu seharusnya sekiranya efisiensi adalah satu-satunya tujuan, dan apakah
hukum, mesti bertumpu pada efisiensi? Pertanyaan kedua ini diajukan kepada para
penganut positivisme – pengujian hipotesis bahwa hukum bertumpu pada
pertimbangan terstruktur jika memang efisiensi adalah satu-satunya tujuan
(lihat misalnya, Landes && Posner, 1987; Easterbrook & Fischel,
1991). Pemastian dan pengujian hipotesa positif tersebut pernah menjadi upaya
pokok hukum dan ekonomi dan sebagian besar merupakan tanggung jawab atas apa
yang kita sebut sebagai hukum dan ekonomi genarasi kedua. Kalau memang
demikian, hipotesa positif pada akhirnya kehilangan sebagian besar, meskipun
tentu saja tidak semua, pegangannya. Lagipula, upaya ini hanyalah keberhasilan
perdana yang mengesankan dalam meyakinkan beberapa cendikiawan dalam menimbang
efisiensi secara serius sebagai suatu tujuan hukum. Sebagian alasannya adalah
karena dukungan empiris yang mencolok bagi positivisme yang menegaskan bahwa
“logika hukum” sesungguhnya mengandung logika ekonomi” (Posner, 1975, hlm. 764,
penekanan dambahan diberikan), karena
ahli hukum dan beberapa juri hukum mengesampingkan logika normatif bahwa logika
hukum haruslah berlogika ekonomi
(Michelman, 1978, hlm 1038-1039). Dan kalau demikian, ada dua pertanyaan yang
diajukan perihal pendekatan normatif. Pertama, haruskah efisiensi menjadi
tujuan hukum? Dan kedua, jika memang, bagaimana hukum diperbaharui guna menempuh
upaya terbaik dalam memenuhi tujuan efisiensi? Pertanyaan pertama menggugah
munculnya berbagai pendapat dari para pakar hukum seperti Guido Calabresi,
Jules Coleman, Ronald Dworkin, dan Richard Posner yang merupakan salah satu
dari banyak perselisihan pandangan yang tajam dan terkenal dalam hukum pada
abad kedua puluh (lihat Journal
of Legal Studies, edisi
9; Hofstra Law Review,
edisi 8). Namun, kini banyak cendikiawan hukum dan ekonom menegaskan tanpa
enggan bahwa tujuan hukum mesti berpijak pada efisiensi (Hylton, 2005, hlm.9). Para
ahli hukum ekonomi saat ini kebanyakan menelaah pengaruh kebijakan yang
berbeda-beda (isu positivisme) dan merekomendasikan perubahan berdasarkan
dampaknya (isu normatif). Untuk memahami bagaimana kita memahaminya, adalah berguna
untuk menelaah lebih tajam hipotesa hukum positif.
Dalam
salah di antara berbagai karya awal dan paling penting dalam studi positivisme,
Richard (1972) meneliti 1.500 keputusan pengadilan banding untuk menguji “teori
kelalaian” (theory of negligence) (hlm.
29). Hasil analisis sampel menguatkan hipotesanya bahwa “fungsi dominan sistem kesalahan
adalah mengacu kaidah-kaidah tanggung jawab dari akibat tindakan yang
ditimbulkan, setidaknya pada level kecelakaan dan keselamatan yang dibenarkan
menurut efisiensi biaya” (1972, hlm. 32).
Posner
menyatakan bahwa perbedaan atas perbedaan pandangan antara logika keputusan
positif dan normatif berdasarkan argumen ini menunjukkan bahwa satu-satunya
tujuan – efisiensi – memua segenap penjelasan hukum kelalaian dari sampel
penelitiannya sebanyak 1.500 pendapat responden tersebut. Hal yang mendukung
atas hipotesa ini, dari 1.500 sampel opini yang diteliti.
Hal
ini mendukung hipotesis tersebut dimana perselisihan tersebut diselesaikan
melaui retorika yang tertuang dalam kaidah hukum ekonomi yang diatur dalam
ketentuan Satandar Keputusan Hukum Ekonomi Ekonometrika (Judge Hand)
[in United
States v. Carroll Towing Co. , 159
F.2d 169 (2d Cir. 1947) ” (1972 , hlm. 32).
Meskipun kasus ini di luar data yang
dihimpun Posnr, ia merbuapaya merumuskan “upaya dalam membuat standar yang
berlaku di pengadilan yang dijelaskan (hlm 32). Karena itu, tingkat keberhasian
yang memadai dari upaya positivisme hukum ditelaah dalam kasus tabrakan kapal
Caroll Towng.
Untuk memahami dengan baik persoalan
ini bahwa Keputusan Hakim Menurut Perhitungan Aljabar (Judge Hand) berlaku, tinjaulah konteks perkara dimana hukum
ekonomi umumnya berlaku. Tergugat, Carroll Towing Co., mengatur posisi jalurnya
terhadap jalur kapal-kapal tongkang yang tengah melabuh di Pelabuhan New York.
Salah satu kapal tongkang, the Anna C , berupaya menghindar dan menabrak sebuah tanker. Baling-baling
tanker tersebut merusak badan kapal tunda Anna C, dan kapal Anna C tenggelam. Penguggat, pemilik Kapal Anna C, menggugat Carroll
Towing Co. atas kerugian tersebut.
Perkara pengadilan banding apakah
pemilik kapal tunda, yang dituduh lalai dalam siding perkara, dapat menghindari
ganti rugi kerusakan kepada pemilik Kapal Anna C. Tergugat menyatakan bahwa
sebagian kecelakaan tersebut diakibatkan oleh pemilik kapal tongkang tersebut
karena gagal mempertahankan arah jalur. Teori Aljabar Ganti Rugi (Judge Hand) memutuskan bahwa tergugat
dianggap lalai, dan penggugat juga berkontribusi terhadap kelalaian, dengan
mempertimbangkan biaya sisi penghindaran suatu kecelakaan dikurangi biaya yang
diharapkan kecelakaan. Menurut rumus aljabar yang ringkas dan tajam ini,
kewajiban suatu pihak dinyatakan dalam fungsi tiga variabel: peluang terjadinya
kecelakaan, (P); tingkat keparahan kerugian yang ditimbulkan
jika kecelakaan terjadi, (L); dan tanggung jawab tindakan pencegahan yang
memadai untuk menghindari kecelakaan. (B).
Dengan menerapkan rumus tersebut,
maka keputusan hukum menyatakan bahwa pemilik kapal tongkang berkontribusi
terhadap kelalaian karena itu biaya ganti rugi juga ditanggung pada pemilik
kapal tongkang (B) yang kurang daripada peluang kerugian (P) dikali tingkat
keparahan kerugian (L).
Menurut Posner, logika Ganti Rugi
Ekonometirka ini secara tersirat (implist) menunjukkan pengertian kelalaian
secara ekonomi (1972, hlm. 32). Sebagaimana yang dikemukakan oleh Posner,
“Rumus Logika Ekonomi ini” mengacu pada tujuan efisiensi yakni minimalisasi
total biaya kecelakaan, termasuk biaya penghindaran kecelakan jika B < PL, sehingga memperhitungkan
nilai marjinal dalam penghindaran kecelakaan (B) yang menghasilkan nilai
positif bersih ditinjau dari reduksi marjinal biaya kecelakaan yang diharapkan (PL).
Jadi efisiensi tersebut mengharuskan adanya pertimbangan minimalisasi. Dengan
menetapkan setiap pihak yang bertanggung jawab berdasarkan ketentian B < PL, hukum ganti rugi mengharuskan
adanya pertimbangan efinsiensi menurut penghindaran kecelakaan. Dalam bahasa
hukum ekonomi, hukum ganti rugi pihak-pihak “menginternalisasi biaya eksternal
mereka”, yakni (biaya eskternalitas adalah biaya dimana tindakan suatu pihak
berlaku dengan mempertimbangkan tindakan pihak lain dalam suatu perkara dimana
masing-masing meniadakan pertimbangan dari sudut pandangnya sendiri berdasarkan
perhitungan nilai efisiensi. Berdasarkan pendapat kalangan hukum ekonomi,
banyak hukum ganti rugi dipahami sebagai upaya utuk mengharuskan
individu-individu mempertimbangkan internalisasi biaya-biaya atas pertimbangan
tindaka individu-individu lain yang berperkara.
Model
Ekonomi Kasus Kapal Carroll Towing
Perhitungan
Awal Asumsi
Untuk
mengetahui dengan jelas dan di bawah kondisi apa Rumus Ekonometrika ini berlaku
menurut sudut pandang efisiensi, kita sekarang meninjau model sederhana kasus Caroll Towing. Sebagaimana fakta-fakta
yang terjadi dalam kasus Carrol Towing, premis kita didasarkan pada sekumpulan
asumsi, yang banyak di ataranya tidak realisitis, sehingga kita barangkali yang
kurang paham analisis ekonomi mengetahui dengan asumsi yang digunakan menurut
model ini. Dengan menerapkan asumsi ekonomtrika ini melalui penyederhanaan,
maka akan memberikan kita gambaran beberapa kesahihan suatu model abstrak
ekonometrika dan kemudian mengevaluasi pengaruhnya berdasarkan asumsi-asumsi
dasar, sehingga kita dapat mengilustrasikan ciri penalaran ekonomi dan potensi
manfaatnua ditilik dari aspek keuntungan dan biaya. Disamping itu, kita dapat
menyuguhkan metodologi analitis yang sebagian besar digunakan oleh analis hukum
ekonomi yang disebut sebagai aturan main keputusan perkara (game theory).
Asumsi model kita adalah sebagai berikut:
1) Ekonom Robert Cooter dan Thomas Ulen menyatakan bahwa “salah satu
asumsi pokok dalam teori ekonomi adalah pengambil keputusan bertindak atas
dasar kepentingan diri yang rasional, “yang berarti bahwa mereka memiliki
pilihan-pilihan yang stabil dan sistematis, yang menunjukkan bahwa ... mereka
memperhitungkan biaya dan manfaat dari pilihan-pilihan alternatif yang tersedia
bagi mereka dan mereka dapat memilih pilihan-pilihan alternatif tersebut yang dapat
menawarkan keuntungan atau maslahat yang sebesar-besarnya” (hlm. 350-351).
Asumsi pertama ini memandang bahwa pemilik kapal tongkang dan pemilik kapal
tunda adalah individu yang rasional.
2) Semua biaya dan keuntungan dapat diukur menurut perhitungan nilai mata
uang tunggal: dollar.
3) Pemilik kapal tongkang dan pemilik kapal tunda memiliki dan memberikan
informasi yang rinci meskipun tidak sempurna (yakni, mereka tahu bahwa
pertimbangan pihak-pihak lain menurut pertimbangan untung-rugi; dan mereka
masing-masing tahu bahwa masing-masing pihak memperoleh informasi yang baik,
namun tidak mengetahui sebelumnya berapa besar tindakan yang akan diambil oleh
pihak lain).
4) Biaya transaksi (lebih spesifik disebut biaya ex ante (sebelum
kecelakaan) bagi pemilik kapal tongkang dan kapal tunda yakni alokasi tangung
jawab atau tingkat kehati-hatian atau kewaspadaan berdasarkan
ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam kontrak).
5) Biaya keagenan (termasuk biaya mempekerjakan dan memonitor agen, serta
biaya residu atas kemangkiran agen) antara pemilik kapal tongkang dan
pekerjanya adalah nol.
6)
Level
aktivitas pihak-pihak yang berperakara, fruekuensi dan jangka waktu tindakan
mereka tidaklah relevan karena tidak mempengaruhi total biaya kecelakaan. Yang hanya
dipandang relevan adalah level kehatian-hatian ketika mereka bertindak.
7)
Standar pengurusan biaya liabilitas tidak
ditanggung biaya.
8)
Kedua pihak yang berperkara netral resiko – yakni
individu yang berhati-hati mengenai nilai pilihan mereka. Nilai yang diharapkan
dari suatu pilihan yang beresiko adalah nilai absolute mereka, sekiranya terjadi,
dikali peluang yang akan terjadi. Sebaliknya nilai terbalik resiko, yang
dimaksud adalah kehati-hatian yang tidak
hanya menyangkut biaya yang diharapkan, melainkan pula mengenai nilai absolut
resiko. Misalnya, seseorang diberikan peluang 50% memenangkan $1.000 atau
jaminan menang $500. Kedua pihak memiliki nilai haapan yang sama, $500. Karena
itu, bersifat netral resiko Karen masing-masing pihak tidak dibedakan antara
dua pilihan yang tersedia. Karena itu, jika terjadi kebalikan dari resiko, ia
dengan yakin lebih memilih $500.
9)
Tak ada pengaruh dari pihak eksternal ketiga. Pemilik kapal tunda
dan kapal tongkang hanyalah pihak-pihak yang dipengaruhi berdasarkan interaksi
dan melalui pilihan kaidah-kaidah hukum yang berlaku.
10) Kedua pihak
tahu kaidah-kaidah hukum yang berlaku.
11) Pengadilan
dengan akurat menghitung biaya dan manfaat dari perilaku dan tindakan
masing-masing pihak yang berperkara dan mereka juga tahun angka-angka yang
tertuang pada Tabel 19-1 dan benar-benar menerapkan dan meneriman standar
kewajiban masing-masing pihak yang berperkara.
Model Dasar
Tinjaulah
sekarang ketentuan-ketentuan spesifik dalam contoh kasus yang kita ketengahkan,
sebagaimana yang terlihat di Tabel 19-1, yang menampilkan sebuah contoh yang
dirumuskan oleh Profesor Polinsky dalam karyanya pada bidang masalah ini (2003,
hlm. 48). Seperti yang terlihat pada Tabel 1, pemilik kapal tunda dapat berada
pada level kehati-hatian yang berbeda-beda menurut jalur pergerakan kapalnya
berdasarkan salah satu dari tiga kecepatan laju kapal (speed). Kolom 2
menampilkan pertimbangan keuntungan bagi pemilik kapal tunda untuk
memaksimalkan jumlah upayanya dengan sebarang cara. Menambatkan kapal lebih
lambat mengharuskan pemilik kapal tunda memperoleh tambahan ganti rugi. Ekonomi
mennyatakan tipe keuntungan ini disebut sebagai biaya peluang (opportunity
cost) dan umumnya menganggap biaya ini dijadikan pertimbangan atas tindakan
pihak lain yang berperkara. Kolom 3 menampilkan kedua pihak yang dapat mempengaruhi
biaya kecelakaan yang diharapkan terhadap pemilik kapal tongkang. Sebagaimana
yang terlihat pada kolom 3 dan 4, kita mengasumsikan bahwa pemilik kapal
tongkang dapat berada pada salah satu dari dual eve; kehati-hatian, ia dapat
memmbiarkan pemilik kapal tongkang tetap berada di posisi jalurnya atau
memungkinkan pemilik kapal tongkang menyingkir dari jalurnya. Meskipun tidak
dinyatakan pada tabel, kita dapat mengasumsikan bahwa biaya terhadap kapal
tunda yang tetap berada di jalur geraknya bernilai posiif, namun sangat kecil
($1). Kolom 4 menampilkan total keuntungan yang diharapkan yang kurang daripada
total biaya yang diharapkan – perolehan biaya sosial bersih – dari tindakan
pihak lain menurut level kehati-hatian yang berbeda-beda.
Efisiensi
yang diperoleh – yakni, dampak yang meminimlakna baya kecelakaan dan
memaksimalkan keuntungan sosial bersih – yang berlaku menurut kehati-hatian
kedua belah pihak. Pemilik kapal tunda harus melaju pada kecepatan sedang, dan
pemilik kapal tongkang harus memberi amaran bahwa kapal tunda tetap berada di
jalur pergerakan kapalnya. Meskipun kolom 4 menunjukkan hasil yang efisien,
kolom ini menampilkan perhitungan mengapa begitu hasil perhitungan
efisiensinya, yang berguna dalam melakukan analisis perhitungan marjinal yang
menjadi dasar penalaran ekonomi. Pergerakan laju kapal tunda yang cepat
menghasilkan keuntungan terbesar yang diharapkan oleh pemilik kapal tunda
($150). Namun ditinjau dari nilai guna sosial, pergerakan kapal tunda yang
berada pada laju sedang lebih dipilih karena biaya marjina; pemilik kapal tunda
berada pada nilai sedang (B) yakni hanya $50 dari peluang biaya ($150-$100),
sedangkan keuntungan marjinalnya jika ditinjau dari biaya kecelakaan yang
diharapkan (PL) sebesar $75 (tergantung level kehati-hatian pemilik kapal
tongkang, $125-$50-$75). Karena biaya penghindaran kurang daripada biaya
kecelakaan yang diharapkan (B < PL), maka ditilik dari segi efisiensi,
pemilik kapal tunda tidak segera melambat dengan cepat. Terlihat bahwa
efisiensi juga mengharuskan pemilik kapal tunda tidak bergerak melambat karena
biaya marjinalnya juga sebesar $50, sedangkan keuntungan marjinalnya hanya $30
(B>PL). Jadi, kriteria efisiensi
menetapkan pemilik kapal tunda bergerak melambat pada kecepatan sedang. Demikian
pula, pemilik kapal tongkang harus berada pada jalur pergerakan karena biaya
marjinalnya selalu kurang dari keuntungan marjinal ($1<$20). Setelah
menghitung dampak efisiensi, kita selanjutnya menetapkan sekumpulan standar kewajiban
dalam memenuhi standar tersebut.
Ditilik dari fungsi uamanya dalam melegitimasi hipotesa
hukum positif, sekiranya terdapat terdapat suatu perkara yang memang memenuhi
hipotesanya, maka hipotesa ini disebut hipotesa kasus Caroll Towing. Namun,
ironisnya, para analis hukum ekonomi kebanyakan mengabaikan pertimbangan apakah
Rumus Ekonometrika (Hand Formula) sebagaimana yang diterapkan pada kasus Kapal
Caroll Towing benar-benar efisien., yang hanya menapilkan pertimbangan dan
perhitungan secara abstra, karena perhitungan efisiensinya kemungkinan tidak
berlaku jika berhadapa dengan kasus spesifik. Berdasarkan pertimbangan hipotesa
positivisme, kita akan menguji hipotesa
ini sebagai suati peluang untuk menguji ulang hipotesa dengan menempatkan Rumus
Ekonometrika dalam konteks yang sebenarnya.
Untuk menentukan apakaha standar hukum United States
Caroll Towung efisien, maka kita harus mula-mula mengajukan pertanyaan, apa
yang dibandingkan dalam suatu perkara menurut efisiensi? Kaidah 1-6 sebagaimana
yang ditunjukkan pada Gambar 19-1 menampilkan standar enam kewajiban yang
mungkin diberlakukan. Pertanyaan yang mesti dijawab dari kedua pihak adalah
apakah kedua pihak berada pada level efisiensi jika ditilik dari tingkat
kehati-hatian. Keputusan untuk memutuska ganti rugi didasarkan atas kewajiban
masing-masing pihak yang berperkara (yakni, maisng-masing menanggung kewajiban,
berdasarkan pertimbangan kehati-hatian ditinjau dari aspek efisiensi) dan
apakah hasilnya efisien. Masing-masing kaidah tersebut didasarkan pada jumlah
(kuantitas) waktu yang diperlukan dan dihitung menurut Rumur Ekonometrika.
Penting untuk mengetahui bahwa kedua kapal sebagaimana
yang ditunjukkan pada Gambar 19-1 merupakan gambaran dari tindakan
masing-masing tindakan pihak yang berperkara yang umumnya menganut kaidah
kewajiban yang harus dilakukan oleh masing-masing pihak menurut Hukum
Ekonometrika. Kaidah 3 adalah standar yang mengatur kelalaian, yakni tergugat
berkewajiban menagugng biaya atas kelalaiannya apakah ia tidak memenuhi
kehati-hatian ditinjau menurut efisiensi, namun pihak penggugat juga dikenakan
kewajiban. Kaidah 4 mengatur standar “terbalik” (kewajiban yang ketat dimana
pihak tergugat melakukan kelalaian). Kewajiban penggugat terjadi jika ia tidak
memenuhi prinsip kehati-hatian atas kelalaian, tetapi sebalknya tergugat juga
dibebani kewajiban. Di bawah standar Hhukum Ekonometrika Ekonomi yakni kaidah
2, tergugat dibebani kewajiban jika dan hanya jika penggugat melakukan kehati-hatian ditinjau menurut efisiensi.
Tetapi pihak tergugat tidak. (Standar ini, yang merupakan standarisasi hukum
ganti rugi dasar, dan versi yang diberlakukan dala perkara tabrakan kapal
Carrol Towing yang disebut sebagai “kelalaian atas tergugat atas kelalaian yang
dilakukan pihak lain”). Sedangkan kaidah 5 menyatakan penggugat memenuhi
kewajiban jika dan hanya jka tergugat berhati-hati tetapi penggugat tidak. (Ini
disebut kaidah terbalik dua pihak yang mesti dipertibangkan dalam keputusan
pengadilan).
Efisiensi Sebagai Norma
Jika
sebagaimana yang kita pahami dari uraian subbab seleumnya standar kewaijiban
yang ditetapkan pada Rumut Ekonometrika Hukum dalam kasusu Caroll Towing
tidaklah berdasarkan pada nilai paling maksimal efisinesi, jika ada alasan
untuk mempercayai bahwa yuri (hakim) yang berhasil mempertimbangkan segi
efisiensi pada kasus ganti rugi- atau setidaknya mereka cukup taat asas dalam
membenarkan secara absah tuntutan dimana umumnya hukum cenderung mengarah pada
pertimbangan efisiensi. Bahkan sekiranya suatu kasus dipertimbangka menurut
efisiensi dianggak tidak memenuhi standar efisiensi, maka kecil alasan logis
untuk yakin bahwa pengadilan mempertimbangkan aspek ekonomi yang akan mencapai
keputusan yang memenuhi kriteria efisiensi. Lagipula, pengadilan dan yuri membuktikan
bahwa sedikti atau tanpa memuat masud yang meminta berbagai sumber informasi
yang tidak berkait sama sekali atauamat kecil kaitannya dengan pertimbangan
efisiensi; mereka lebih mengacu pada persoalan-persoalan yang memfokuskan pada
kasus atas beban tanggung jawab atau pemutusan kesalahan atas pertimbangan
efisiensi (Feigenson, 2000).
Meskipun
analisis sebeluknya mengajukan beberapa
keraguan terhadap gagasan dan kaidah hukum yang dianut oleh positivisme hukum
dan ekonomi, analisis menurut kaidah hukum positivisme juga memperhitungkan
pertimbangan bahwa hukum dan eonomi menjadi pertimbangan analisis hukum.
Meskipun penganut positivisme kini mengancu dan mempertimbangkan aspek perkara
menurut positivisme, maka aspek normatif juga juga mesti dipertimbangkan dalam
mencapai tuuan efisiensi sebagai tujuan relevam hukum dan menerapkan piranti
hukum dan ekonomi guna memahami yang dapat memenuhi tujuan.
Menurut
kemaslahatan sejati dalam bidang hukum dan ekonomi berdasarkan kaidah normatif,
yang digunakan dalam menelaah dan memutuskan dengan jelas perkara bagi pihak
hakm maka pembaharuan kaidah-kaidah hukum yang tidak mesti harus efisiensi
sebagaimana yang dikehendaki. Menurut standar pertimbangan kemaslahatan, ahli
hukum ekonomi telah menerapkan kaidah-kaidah yang diatur dalam pasal-pasal yang
mengatur tentang efisiensi, khususnya mengenai kaidah-kaidah hukum ganti rugi
atau keputudan hukum ganti rugi. Dan ada beberapa karya hukum yang baik
mengenai kaidah-kaidah utama pengetahuan hukum ekonomi (misalnya karya Landes
& Posner, 1987 ; Shavell, 1987 ; Polinsky, 2003 , pp. 43 – 78; Posner, 2007
, pp. 167 – 213), yang menawarkan cara bagaimana seharusnya pengadilan beruapa
memutuskan kasus-kasus yang berdasarkan pada pencapaian tujuan efisiensi
menurut kasus-kasus ganti rugi yang terjadi. Pada sub uraian iat kita telah
memperoleh pemahaman melalui kajian kita mengenai kasus Kapal Caroll Towing
dalam mengembangakan daftar persoalan kasus secara menyeluruh dan parsial yang
ditinjau menurut efisiensi – pengadilan dalam mengajukan pertanyaan ketika
berhadapan dengan tuntutan ganti rugi. Karena pertimbangan ini, kita mesti
mengembangkan pedoman umum yang berguna ditinjau dalam lingkup menyeluruh
kasus. Namun demikian, upaya ini harus setidaknya mempertimbangkan segala sisis
yang berguna sebagai cara untuk mempertimbankan beberapa uraian di sub-uraian
selanjutnya.
Misalkan
efisiensi yang dianut menurut pertimbangan hukum yang dianut hakim ketika
berhadapan dengan kasus ganti rugi. Maka halim harus memutuskan mula-mula
bagaimana menetapkan ketentan hukun dan selanjutnya menetapkan tipeperlindungan
hukum menurut kaidah-kaidah yang sudah berlaku dalam hukum. Jika biaya transaksi
antara pihak-pihak yang berperkara rendah – dan khususnya jika ukuran atau
pertimbangan objektif pengadilan atas kerusakan yang terkadi menyimpanga secara
nyata dari pihak-pihak yang berperkara harus menetapkan keputuan bersama yang
saling menguntungkan kedua pihak berdasarka pertimbangan kaidah-kaidah hukum
perlindungan yag berlaku sebagaimana yang diatur dalam kaidah hukum kepemilikan
(Posner, 1986, hm.49-50).
Namun
jika biaya transaksi dianggap tinggi untuk dapat dihindari, maka portensi kaidah
kewajiban dijamin, sehingga pendahilan mesti mempertimbangkan dala keputusannya
dengan mengacu pada standar-standar kewajiban yang paling efisiensi menurut
kaidah-kaidah hukum ekonomi. Mula-mula pengadilan harus memfokuskan semata-mata
pada level kepedualian masing-masing pihak yang berperkara, dengan menetapkan
keputusan a[akah salah satu pihak ata kedua pihak dapat memberikan level
kewajiban yang harus dipenuhi menurut level kehati-hatian yang akan mengurangi
atau mereduksi tota biaya kecelakaan. Persoala dibagi atas dua pertimbangan,
salah satu pertimbangan dikaji secara mendalam oleh akar hukum ekonomi dan
pertimbangan lain apakah masing-masing pihak dapat melakukan penyesuaan
ditinjau dari level kehatian-hatian masing-masing dalam menghindari kecelakaan
dari kasus hukum. Jika level kehati-hatian kedua pihak dianggap relevan atau
berhubungan, kecelakaan tersebut mempetimbangkan kedua pihak; jika hanya satu
pihak dapat mempengaruhi biaya suati kecelakaan
dengan melakukan penyesuaian yang hanya mempertimbangkan salah satu
level pertimbangan dari satu pihak saja, maka hubungan keputusan digolongkan
dalam keputusan sepihak dan saalah satu pihak tidak dapat melakkukan
penyesuaian level kehati-hatian dalam mengurangi biaya suatu kecelakaan, yang
digolongkan sebagai hubungan kasus “tak lateral”.
Pertanyaan
selanjutnya yang dipertimbangkan adalah kemampuan membela diti akan menurut
fakta memiliki pengaruh menguntungkan terhadap perilaku pihak yang berperkara
dengan mengajukan apakah kewajiban ganti rugi sebenarnya memberi pengaruh yang
menguntungkan pihak lain. Pertama, setiap pihak mempetimbangkan faktor
eksternalitas bakan ketika ada resiko kewajiban gantu rugi. Misalnya, salah
satu pihak tidak dapat mengurangi resiko yang dibebankan kepadanya, atau
memperoleh jaminan yang secara substansial meniadalan dampak kaidah-kaidah
keputusan hukum ganti rugi (Hanson dan Logue, 1990). Kedua, kewajibam ganti
rugi sifatna berubah-ubah berdasarkan insentid yang memadai menurut tingkat
kehati-hatian yang ditentukan dari ketentuan-ketentuan selain dairpada hukum
ganti rugi (Shavell, 2007). Sejumlah sumberm misalnya regulasi pemerintah dan
faktor-faktor ekonomi pasar, antara lain pasar asuransi yang berfungsi baik-yang
dapat member asuransi atau insentif. Demikian pula ciri kerusakan atas resiko
tertentu dapat menetapkan kewajiban satu pihak secara relatif memperoleh insentif
yang kuat untuk mengindari beban kewajiban atas kecelakaan tanpa memandang
apakah hukum ganti rugi pada tempo selanjutnya memutuskan kewajiban (Landes
& Posner, 1987, hlm. 65; Croley & Hanson, 1995, hlm. 1913). Jika hukum
ganti rugi dapat mempertimbangkan aspek lain atau memberikan cara untuk membela
diri secara tidak efektif atas tuntutan salah satu pihak, funsginya tidak
didapat dijadikan dasar pembenar sebagai piranti dalam mencegah kecelakaan pada
masa selanjutnya.
Memaksakan
kewajiban ganti rugi pada salah satu pihak
akan menghasilkan pemenuhan level ganti rugi ditilik dari segi efisiensi
yang dapat dihindari oleh pihak lain (B < PL).
Jika
salah satu dari persyaratan ini tidak dioenuhi, maka kewajiban tidak akan
memberi pengaruh yang menguntungkan menurut level kehatian-hatian salah satu
pihak yang berperkara. Kerana itu, jika hakim berhadapan dengan konteks
hubungan non-lateral, ia aan memilih keputusan menurut standar kewajiban dengan
menggunakan dan berpatokan pada kriteria selain dari kriteria penghindaran ata
pembelaaan diri. Jika konteks kecelakaan tergolong sepihak (unilateral), maka
tidak aa kewajiban mutlak, tergantung pada perilaku pihak yang berkaitan dengan
perilaku pihak lain. Terkahir, jia konteks kecelakaan tergolong hubungan
biletral maka pertimbangan dan keputusan hakim menurut efisiensi harus memilih
beberapa satndar kewajiban yang tersedia atau ditetapkan. Selanjutnya, hakim
dapat mengajukan pertanyaan lanjut apakah salah satu pihak dapat memastikan
level kehatian-hatan pihak lain sebelum memutuskan apakah masing-masing memang
berhati-hati. Jika tergugat dapat mengetahui level kehati-hatian penggugat,
maka pengadilan dapat memilih standar yang menetapkan kewajiban tergugat ketika
kedua pihak dianggap lalai (kaidah 3 atau kaidah 5). Jika di palin pihak,
penggugat dapat mengetahui dan memastikan level kehati-hatian tergugat maka
pengadilan dapat mengadopsi kaidah hukum 2 atau 4. Tentu saja, jika
kehati-hatian tidak teramati terhadap tindakan kedua pihak, maka tak ada kaidah
yang terpenuhi dari empat kaidah tersebut yang dapat digunakan sebagai dasar
keputusan efisiensi, sehingga digunakan kriteria lain untuk memutuskan pilihan.
Pengadilan
dapat berkonfrontasi dengan bukt-bukti dalam suatu perkara ganti rugi, tentu
saja, mencapai dan menarik kesimpulan dimana pihak penggugat atau pihak terggat
tidak melakukan upaya penghindaran terhadap biaya ganti rugi kecelakaan maka
tidak dapat dijadikan dasar kebenaran keputusan. Dalam konteks tersebut,
pilihan standar kewajiban menghendaki pertimbangan mengenai pihak ang harus
menanggung resiko biaya kecelakan yang tak tergolong kelalalain. Kaidah hukum 2
menetapkan tanggungan biaya bagi penggugat, sedangkan kaidah 4 dan 5 menetapkan
tanggungan biaya bagi tergugat.Dari penjelasan di atas terlihat jelas bahwa ada
dua kemungkina kesimpulan yang dapat diperoleh dari pemeriksaan pengadilan
apakah penggugta atau terggat tidak dapat menghindari biaya kecelakaan yang
memiliki dasar kebenaran hukum. Pertama, pengadilan dapat dipandang salah
memutuskan perkara.Hal ini bisa terjadi setidaknya karena dua alasan, yang
berpangkal dari kekeliruan informasi yang dterima: (1) pengadilan tidak dapat
menetapkan level kehati-hatian kedua pihak berperkara untuk dapat dijadikan
pertimbangan keputusan; (2) pengadilan tidak dapat menetapkan besar ganti
rugimenurt level kehati-hatian. Akibatna, jika terdapat banyak potensi biaya
yang tidak dapat di verifikasi, maka masing-masing pihak menanggung kewajiban
bahkan sekiranya tidak ada bukti kelalaian. Disamping itu, pengadilan harus
peka erhaap daya pembelaan diri, dan tidak hanya mempertimbangkan daya hindar
terhadap kecelakaan yang terjadi. Kesimpulan kedua yang mungkin dapat diambil
adalah hasil-hasil pemeriksaan pengadilan yang tidak menunjukan adanya
kelalaian dimana memang pemeriksaan pengadilan membuktikan hal tersebut. Ketika
kecelaaan terjadi tanpa perilaku kelalaian, maka biaya kecelakaan ditentukan
pada pihak mana yang paling mampu menanggung biaya gantu rugi tersebut. Dengan
kata lain, pengadilan harus memilih keputusan yang terbaik dalam memenuhi
tujuan asuransi-yakni, keputusan dalam menetapkan resiko atas kecelakaan yang
tak dapat dihindari terhadap pihak yang paling kecil menanggung biaya resiko
kecelakaan. Jika penggugat dianggap mengalami resiko tanggungan biaya yang
leboh besar, pengadilan harus menerapkan salah satu kewajiban lain atas
tergugat. Jika tergugat dianggap tergolong
berada dalam resiko yang lebih besar yang memang terbukti tidak benar,
maka penggugat harus bertangung jawab menanggung biaya kecelakaan tanpa
kelalaian. Masalah akhir bagi penetapan keputuan yang berpatokan pada efisiensi
barangkali mempertimbangkan biaya adminsitarasi. Pada konteks kecelakaan
non-lateral, jika tidak ada kritera yang terbukti membantu dalam menunjang
kritera penentuan level kehati-hatian, maka pengadilan menetapan keputusan
tanpa standar kewajiban. Jika konteks kecelakaan ditilik dari hubunga
bilateral, makan pengailan kemungkinan tidak mengetahui suatu kaidah hukum
tertentu, melainkan memutuskan pertimbangan yang fleksibe menurut kaidah 3 dan
4, dimana rumus ekonometrika hukum hanya diterapkan.
Meskipun
daftar kaidah hukum ini tidak berarti berlaku terus-menerus, namun timbul
persoalan atau pertanyaan dari kalangan hukum ekonomi mengenai apakah
pengadilan melaksanakan keputusan hukum menurut hsil efisien sesuai dengan
kriteria efisiensi dalam hukum ekonomi. Akan tetapi pembaca akan melihat dengan
jelas persoalan ini. Meskipun pertimbangan efisiensi mengarah pada pertimbangan
kewajiban yang sama sesuai standar yang ditetapkan dalam konteks kecelakaan
tertentu, ada kemungkinan yang lebihbesar pertimbangan efisiensi yang berbeda
akan menimbulkan implikasi yang bertentangan atas pilihan yang diputuskan
diantara standar-standar kewajiban yang ada. Hakim atau ahli hukum
ekonomi,harus beronfrontasi dengan tugas bagaimana menetapkan pilihan di antara
faktor-faktor efisiensi yang menjadi pertimbangan satu sama lain.
Beberapa Keterbatasan
Hukum dan Ekonomi
Berbagai
aliran pemikrian hukum dan ekonomi sebenarnya
amat tidak swa-kritis. Dtinjau dari pengaruh teori efisinesi, kita mengangap
kewajiban khusus dengan merumuskan beberapa aspek yang menyangkut keterbatasam
hukum dan ekonomi.
Kekeliruang
yang sebagia besar dikritik dari aspek
hukum dan ekonomi apakah kasus dapat diangkat dengan memeriksa kembali
pertimbangan efisiensi sebagaimana yang dijelaskan di sub uraian sebelumnya.
Mskipun ada kemungkinan pertimbangan efisiensi lain yang dapat digunakan,
pertimbangan-pertimbangan tersebut tidak dapat menjawab dengan tuntas
persoalan-persoalan yang berkait dengan bagaimana pengadilan harus mengukr
setiap pertimbangan atau keadilan antara satu pihak dengan pihak lain. Misanya,
bgaimana pengadilan melakukan tindakan bertolak belakang menurut pertimbangan
pembelaan diri atas level kehati-hatian? Atau misalnya bahwa semua pertimbangan
pembelaaan menunjukkan arah yang sama, bagaiamana pengadilan menyanggah
pertimbangan-pertimbangan jaminan gantu rugi yang saling berseberangan satu
sama lain? Bagaimana biaya administrasinya atau ganti ruginya? Apakah
kaidah-kaidah yang lebih ketat selain
kaidah 1 dapat menciptakan keuntungan
yang melebihi biaya administratif atau ganti rugi? Dan bagaimana pengadilan
menetapkan pilihan ganti rugi jika informasi yang diterima tidk sesuai danbiaya
administrasi atau gati rugi yang dihasilkan melebihi apa yang ditentukan daam
Rumus Ekonometika tersebut? Meskipun berbaga pertanyaan ini dapat dijawan apada
level teori, namun sebenarnya tidak dapat secara nyata pada level praktek yang
nyata. Persoalan yang dihadapi oleh para ahli hukum ekonomi adalah efisiensi
menolak aturan normatif, yang secara sgnifikan efisiensi mempengaruhi kaidah
alternatif yang harus ditempuh. Namun ekonom, sebagaimana halnya hakim, sangat
dibatasi oleh biaya informasi dan karena tu, acapkali tidak dapat secara akurat
memperhitungkan pertimbangan-pertimbangan efisiensi yang saling bertolak
belakang.
Ahli
hukum ekonmi mengalami keterbatasan atas persoalan ini sehingga harus menempuh
salah satu dari dua cara – pertama pertimbangan empiris, kedua pertimbangan
teoritis. Pertimbangan pertama adlah pertimbangan yang berdasarka pada aspek
normatif, yang menghendak pemeriksaan empirs guna menimbang pertimbangan-pertimbangan
efisiensi. Pilihan ini jarang ditempuh, dan jika memang ditempuh, maka resiko
atas tanggungan akan melebihi keuntungan yang diraih. Sebaliknya menurut kaidah
normatif diperoleh dari pertimbangan dan analisis yang bukan hana sekedar memperthitungkan
aspek efisiensi, namun juga mendasarkan kesimpulan pada sesuatu yang berciri
etika. Akan tetapi analisis normatif akan kehilangan daya normatifnya jika
mengabaikan pertimbangan potensi efisiensi yang dapat terjadi. Dengan demikian, pendekatan ini harus tidak
berpijak pada kekakuan ilmiah.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh
Amartya Sem (1985) yang menyatakan bahwa tuntutan atau kebutuhan yang dapat
dijajaki dapat berkonflik dengan analisis empiris dan barangkali merupakan hal
yang paling lazim dan mengandung kritik yang potensial terhadap hukum dan
ekonomi sebagaimana sesuatu yang tidak realitis dan tidak ilmiah.yang senantisa
mempertimbangkan perilaku agen dalam masyarakat dan ekonomi (Jolls, Sunstein,
& Thaler, 1998 , p. 1487). Ditinjau secara analis prediksi, kritik terhada[
pertimbangan yang lebih realitis mengenai manusia tidak dapat menggapai sesuatu
yang riil dari kenyataan situasi yang dhadapi oleh manusia untuk bisa ditiru
secara nyata dengan dibuat dalam pemodelan ekonomi (Jolls, Sunstein, &
Thaler, 1998 , p. 1487) dan gagal menyuguhkan model perilaku manusia dalam
menentukan pengambilan keputusa yang normatif perihal wilayah hukum yang
dipandang berlaku optimal (Arlen, 1998 , p. 1788).
Belum lama para ahli hukum melakukan
kajian yang mendalam periha pertentangan antara pilihan rasional. Faktor-faktor
di luar mnusia kadang jauh lebih memberikan pengaruh terhadap perilaku
dibanding pendekatan ilmiah yang digunakan oleh ilmuwan daripada berdasarkan
pada abstraksi (teoritis). Sebenarnya, banyak faktor-faktor yang mempengaruhi
kendali manusia dalam mempertimbangkan keputusan (misalnya struktur pengetahuan
dan hubungan yang tidak jelas) dan faktor-faktor di luar kita yang jauh lebih
berpengaruh atas perilaku ita sendiri. Para ahli yang menerapkan pendekatan uni
disebut berpaham situasional atas realitas perilaku yang mengangap pemahaman
yang tidak realitas yang digunakan dalam kerangka rasionalitas hukum dan bahkan
merugikan (Hanson & Yosifon, 2004 ; Hart, 2005 ; Kang & Banaji, 2006 ).
Sekali lagi dapat dinyatakan bahwa
hukum dan ekonomi berada di antara pertentangan antara gagasan yang dianut oleh
Amarthya Sen, yakni penyederhanaan dan relevasi masalah dalam memutuskan
distribusi atau keadilan ekonomi. Ketika menganalisis efisiensi, salah satu
ahli ekonomi hukum yang memberikan kontribusi yang berjalan saat yang dijadikan
pertimbangan hukum yang cenderung mempertimbangkan aspek kemakmuran dan
dampaknya buruk sebagai sesuatu yang dianggap tidak relevan (Cooter & Ulen,
2003 , pp. 7 – 10; Polinsky, 2003 , pp. 7 – 11, 147 – 56). Misanya, dengan
meninjau ulang enam kaidah hukum sebagaimana yan dikemukakan yang berbeda (lhat
Gamba 19-2) , terbukti bahwa ketik orang mengikuti kaidah 1 sampai 6,
konsekuensi dostrbusi diperhitungkan secara setara berdasarkan hal yang
menguntungkan pemilik kapal tongkang.
Para ahli hukum ekonomi cendurung
mengabaikan pengaruh ketika mempertimbangkan aspek efiisnesi menurut
kaidah-kaidah hukum yang berbeda untuk
dapat diperbandingkan satu sama lain, dimana banyak orang kurang
memperhitungkan total nilai guna sosial (atau utilitas) dibandingkan
distribusi. Para ekonomi memberi pendapat dengan mengamati bahwa persoalan
distribusi yang dipertimbangkan di luar
jangkauan pengetahuan ekonomi dan menyatakan bahwa institusi-institusi lain
lebih baik dibekali dalam mencapai penyesusian tujuan distribus yang atas
pengaruh hukum. Dengan demikian, realitas dan penyederhanaan masalah adaah dua
hal yang berbeda.
Kesimpulan
Sebagaimana kritik yang dipaparkan
di atas menunjukkan bahwa hukum dan ekonomi ini bukan tanpa resiko (biaya).
Pilihan untung-rugi antara memihak pada mazhab realisme dan memihak pada
pengetahuan murni merupakan hal yang lumrah, hal inilah yang menjadi
pertimbangan di kalangan ahli hukum ekonomi akan terus bertentangan. Namun
demikian, dengan menyelami beberapa kelemahan dalam bidang hukum dan ekonmi
tidak lantas memiliki dasar pembenar untuk mengabaikannya. Apapun resikonya
(biaya gantu rugi dalam pengadilan), pertimbangan keputusan menurut hukum ekonomi
juga meraih kelebihan Namun bagaimanapun, selagi tuntutan mempertimbangkan
aspek efisiensi berperan sebagai tujuan huku, maka tidak akan banyak memberi
banyak dukungan selama ada keyakinan yang berlangsung terus bahwa efisiensi
harus menjadi tujuan sistem hukum.
Asumsi-asumsi yang relevan atas mode
berdsat lentur, sehingga hukum ekonomi dapat memberi sumbangsih bagi cara-cara
yang penting dalam memahami pengaruh hukum, bagaimana seharusnya hukum
diperbaharui guna memberi pencapaian tujuan efsiensi yang lebih baik atau
mempertimbangkan biaya efisiensi dengan menetapkan tujuan yang berbeda-beda
yang hendak dicapai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar