Korupsi merupakan suatu kejahatan yang
lebih bengis dari pembunuhan maupun kejahatan lainnya karena perilaku korupsi
tidak hanya merugikan satu orang saja tapi juga dapat mematikan seluruh bangsa
indonesia. Korupsi akan merugikan keuangan negara yang akan menghambat negara
untuk mencapai tujuannya sebagaimana tertuang di dalam Undang-undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Alinea 4 yang berbunyi : “melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Akibat dari
adanya korupsi maka tujuan negara tersebut mustahil untuk dapat terwujud.
Dalam prakteknya, korupsi lebih dikenal
sebagai menerima uang yang ada hubungannya dengan jabatan tanpa ada catatan
atau administrasinya. Balas jasa yang diberikan oleh pejabat, disadari atau
tidak, adalah kelonggaran aturan yang semestinya diterapkan secara ketat.
Kompromi dalam pelaksanaan kegiatan yang berkaitan dengan jabatan tertentu
dalam jajaran birokrasi di Indonesia inilah yang dirasakan sudah sangat
mengkhawatirkan.
Berdasarkan hasil penelitian
Transparency International (TI) selama enam tahun berturut-turut dari tahun
1995-2000, Indonesia selalu menduduki posisi sepuluh besar sebagai negara
paling korup didunia. Selanjutnya, berdasarkan penelitian political and
economic risk consultancy (PERC) tahun 1997, Indonesia menempati posisi negara
terkorup di Asia. Pada tahun 2001, posisi Indonesia menjadi negara terkorup
nomaor dua setelah Vietnam.
Untuk mencegah perilaku korupsi di
negara Indonesia maka tidak hanya diperlukan peran dari pemerintah saja akan
tetapi semua lapisan masyarakat juga harus aktif dalam mencegah dan memberantas
perilaku korupsi. korupsi bukan suatu perbuatan yang berdiri sendiri akan
tetapi perilaku korupsi menyangkut berbagai hal yang sifatnya kompleks.
Factor-faktor penyebabnya bisa dari internal pelaku korupsi itu sendiri, tetapi
juga bisa berasal dari situasi lingkungan kondusif yang menyebabkan adanya
kesempatan untuk melakukan tindak pidana korupsi.
Pemberantasan korupsi yang dilakukan
aparat penegak hukum saat ini sering dipandang “tebang pilih” dalam menetapkan
tersangka atau terdakwa korupsi. bisa kita lihat bagaimana tidak berdayanya
aparat penegak hukum dalam menangani kasus korupsi yang melibatkan kaum elit
pemerintahan, misalnya saja dalam kasus bank century yang melibatkan wakil
presiden Boediono dan bahkan menyeret presiden susilo bambang yudyono yang
seakan di telan bumi dan tidak pernah diungkap lagi.
Dalam
pernyataannya di situs republika online Mantan anggota DPR Fraksi Partai
Keadilan Sejahtera yang juga inisiator terbentuknya Pansus Century, Muhammad
Misbakhun meyakini keterlibatan sejumlah petinggi negara dalam Kasus Bank
Century. "Century itu melibatkan figur penting di negara ini," kata
Misbakhun kepada sejumlah wartawan, Sabtu malam (28/7), di bilangan Senayan
Jakarta.
Misbakhun mengatakan, berdasarkan data
yang dimilikinya, dia dapat membuktikan bahwa Wakil Presiden Boediono berperan
besar dalam skandal kasus Bank Century. Menurutnya Boediono selaku Gubernur
Bank Indonesia ketika itu banyak keliru dalam menentukan kebijakan terhadap
Bank Century. Ini misalnya terlihat dari surat-menyurat yang dilakukan antara
Bank Indonesia dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). "Sangat
jelas dalam surat menyurat BI dengan KSSK ada kesalahan mendasar yang dilakukan
budiono, mulai dari akta sampai data yang diparaf Boediono," papar
Misbakhun.
Oleh karena itu aparat penegak hukum
harus berani meberantas korupsi walaupun menyeret pejabat atau kaum elit dari
pemerintahan. Selain itu diperlukan penegasan dalam undang-undang tidak pidana
korupsi berupa efek jera bagi para koruptor dengan menambah hukuman serta
mengefektifkan hukuman mati bagi para koruptor sebagai efek jera untuk tidak
melakukannya lagi.