Pengertian
Etika
Bertens (1994) menjelaskan,
Etika berasal dari bahasa yunani kuno yaitu ethos
dalam bentuk tunggal yang berarti adat kebiasaan, adat istiadat, akhlak
yang baik. Bentuk jamak dari ethos adalah
ta etha artinya adat kebiasaan. Dari
bentuk jamak ini terbentuklah istilah Etika yang oleh filsuf yunani Aristoteles
(384-322 BC) sudah dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Berdasarkan
asal-usul kata ini, maka Etika berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan
atau ilmu tentang adat kebiasaan.
Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1988), Etika
dirumuskan dalam tiga arti yaitu:
1)
Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk
dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak)
2)
Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan
dengan akhlak
3)
Nilai mengenai benar dan salah yang dianut
suatu golongan atau masyarakat.
Bertens mengemukakan bahwa urutan tiga arti
tersebut kurang kena, sebaiknya arti ketiga ditempatkan di depan karena lebih
mendasar dari pada arti pertama dan rumusannya juga bisa dipertajam lagi.
Macam-macam
etika
Ada
dua macam etika yang harus kita pahami bersama dalam menentukan baik dan
buruknya prilaku manusia :
1)
Etika deskriptif melukiskan tingkah laku
moral dalam arti luas, misalnya berupa adat kebiasaan, anggapan tentang baik
dan buruk, tindakan-tindakan yang diperbolehkan dan dilarang. Etika deskriptif
mempelajari moralitas yang terdapat pada individu-individu tertentu, dalam
kebudayaan atau subkultur tertentu, dalam suatu periode sejarah, dan sebagainya,
karena etika deskriptif hanya melukiskan maka ia tidak memberi penilaian.
Misalnya, ia melukiskan adat mengayu (memenggal) kepala manusia yang ditemukan
dalam suatu masyarakat primitive, tetapi ia tidak memberi penilaian apakah adat
semacam itu dapat diterima atau harus ditolak (Bertens, 1994: 15-16).
2)
Etika Normatif yaitu etika yang berusaha
menetapkan berbagai sikap dan pola prilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh
manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika normatif memberi penilaian
sekaligus memberi norma sebagai dasar dan kerangka tindakan yang akan
diputuskan. Dengan kata lain pada etika normative ini ia sudah sampai pada
penilaian-penilaian. Misalnya: pengayuan (pemotongan) kepala seperti yang
dicontohkan diatas, oleh pengemuka etika normatif mungkin sekali akan
ditolaknya berdasarkan alasan-alasan yang rasional dan kritis.
Fungsi
Etika
Etika berusaha memberi
petunjuk untuk tiga jenis pertanyaan yang senantiasa kita ajukan. Pertama,
apakah yang harus kita lakukan dalam situasi konkret yang tengah dihadapi?
Kedua, bagaimana kita akan megatur pola koeksistensi kita dengan orang lain?
Ketiga, akan menjadi manusia macam apakah kita ini? Dalam konteks ini, etika
berfungsi sebagai pembimbing tingkah laku manusia agar dalam mengelola
kehidupan ini tidak sampai bersifat tragis. Etika berusaha mencegah tersebarnya
fracticida yang secara legendaris dan
historis mewarnai sejarah hidup manusia (Rachmat, 1992: 6).
Jika tiga pertanyaan itu
disarikan, sampailah pada satu fungsi utama etika, sebagaimana disebutkan oleh
Magnis soseno (1991:15), yaitu untuk membantu kita mencari orientasi secara
kritis dalam berhadapan dengan moralitas yang menbingungkan. Disini terlihat
bahwa etika adalah pemikiran sistematis tentang moralitas, dan yang dihasilkannya
secara langsung bukan kebaikan, melainkan suatu pengertian yang lebih mendasar
dan kritis.
Bagi dunia pendidikan,
fungsi etika memerankan peranan penting. Mochtar Kisumaatmadja (1975: 18)
bahkan menegaskan, bahwa suatu pendidikan profesional tanpa pendidikan mengenai
tanggung jawab dan etika professional, tidaklah lengkap. Ia memberi contoh di
bidang hukum, bahwa keterampilan teknis di bidang hukum yang mengabaikan segi
yang menyangkut tanggung jawab seseorang terhadap orang yang dipercayakan kepadanya
dan profesinya pada umumnya, serta nilai-nilai dan ukuran etika yang harus
menjadi pedoman dalam menjalankan profesinya, hanya akan menghasilkan
tukang-tukang yang terampil belaka di bidang hukum dan profesinya.
Pengertian
Profesi
Profesi
adalah suatu pekerjaan yang melaksanakan tugasnya memerlukan atau menuntut
keahlian (expertise), menggunakan teknik-teknik ilmiah, serta dedikasi yang
tinggi. Keahlian yang diperoleh dari lembaga pendidikan khusus diperuntukkan
untuk itu dengan kurikulum yang dapat dipertanggung jawabkan. Seseorang yang
menekuni suatu profesi tertentu disebut professional, sedangkan professional
sendiri mempunyai makna yang mengacu kepada sebutan orang yang menyandang suatu
profesi dan sebutan tentang penampilan seseorang dalam mewujudkan unjuk kerja
sesuai dengn profesinya.
Ciri-Ciri
Profesi
Secara umum ada beberapa ciri atau sifat yang
selalu melekat pada profesi, yaitu :
1) Adanya
pengetahuan khusus, yang biasanya keahlian dan keterampilan ini dimiliki berkat
pendidikan, pelatihan dan pengalaman yang bertahun-tahun.
2) Adanya
kaidah dan standar moral yang sangat tinggi. Hal ini biasanya setiap pelaku
profesi mendasarkan kegiatannya pada kode etik profesi.
3) Mengabdi
pada kepentingan masyarakat, artinya setiap pelaksana profesi harus meletakkan
kepentingan pribadi di bawah kepentingan masyarakat.
4) Ada
izin khusus untuk menjalankan suatu profesi. Setiap profesi akan selalu
berkaitan dengan kepentingan masyarakat, dimana nilai-nilai kemanusiaan berupa
keselamatan, keamanan, kelangsungan hidup dan sebagainya, maka untuk
menjalankan suatu profesi harus terlebih dahulu ada izin khusus.
5)
Kaum profesional biasanya menjadi anggota
dari suatu profesi.
Etika
Profesi Hukum
Profesi hukum tidak
dapat dipandang sebagai sekadar penegak keadilan. Profesi hukum adalah
orang-orang terhormat, para fungsionaris hukum yang menjaga agar pendahulu
hukum tetap adil, pasti dan bermanfaat.
Fungsi
utama etika adalah untuk membantu manusia dalam mencari orientasi secara kritis
dalam berhadapan dengan moralitas yang bermacam-acam (membingungkan). Tentu
saja, orientasi itu baru diperlukan apabila terjadi konflik moralitas, sehingga
manusia harus mengambil keputusan untuk mengacu kepada moralitas yang mana.
Ada
tiga lembaga normatif yang dapat menjadi pertimbangan dalam megambil keputusan,
yaitu: masyarakat, ideology dan superego pribadi. Masyarakat di sini termasuk
pemerintah, guru, orang tua, teman sebaya, pemuka agama. Mereka, baik secara
implisit maupun eksplisit, akan menyatakan apa yang baik dan tidak baik.
Kemudian
ideology disini termasuk di dalamnya adalah agama, kode etik, dan paham suatu
Negara. Adapun superego,misalnya adalah perasaan malu atau bersalah daru si
subjek.
Landasan
etik untuk berbagai profesi hukum tersebut terdapat pada berbagai peraturan
perundang-undangan yang mengaturnya. Materi peraturan tersebut senantiasa
mengandung nilai-nilai luhur, yang diwujudkan dalam bentuk norma hukum. dalam
mengatur beberapa profesi hukum ini, norma hukum tersebut sebagian besar
berbentuk norma primer, tidak disertai sanksi. Pengertian sanksi disini adalah
norma sekunder yang lazimnya menyertai norma hukum , bukan sanksi pada norma
agama, kesusilaan, atau sopan santun. Dengan rumusan norma hukum demikian,
secara materiil sesungguhnya tidak berbeda muatannya dengan kode etik yang
wajib dimiliki oleh masing-masing profesi hukum. sanksi atas pelanggaran kode
etik ini pada umumnya identic dengan sanksi terhadap pelanggaran norma-norma
agama, kesusilaan ataupun sopan santun. Sekalipun demikian, secara internal,
suatu organisasi profesi dapat pula memberikan sanksi yang telah disepakati
bersama kepada anggotanya yang melanggar.
Idealnya,
kode etik suatu profesi disusun oleh organisasi profesi itu sendiri. Tentu saja
dalam hal ini penyusunannya harus melibatkan orang-orang yang memang mamahami
seluk-beluk profesi tersebut dan para ahli etika. Selain itu, agar kode etik
ini memiliki wibawa, dibutuhkan dukungan dari organisasi profesi yang solid.
Maksudnya, organisasi itu harus benar-benar solid, tidak terpecah-pecah.
Dengan organisasi
yang solid dan bersatu itulah diharapkan ia dapat mengambil tindakan atas
pelanggaran yang dilakukan oleh penyandang profesi yang bersangkutan. Jika
pelanggaran yang dimaksud tidak lagi sekadar berkaitan dengan kode etik, tetapi
sudah memasuki wilayah norma hukum, maka pemberian sanksinya, disamping oleh
organisasi yang bersangkutan seperti pemecatan dari keanggotaan, harus juga
diserahkan kepada Negara.
Kode
Etik Profesi
Menurut Bertens (1995)
menyatakan, kode etik profesi merupakan norma yang diterapkan dan diterima oleh
kelompok profesi yang mengarahkan atau
memberi petunjuk kepada anggotanya bagaimana seharusnya berbuat dan sekaligus
menjamin mutu moral profesi itu di mata masyarakat. Apabila satu anggota
kelompok profesi itu berbuat menyimpang dari kode etiknya, maka profesi harus
menyelesaikannya berdasarkan kekuasaan sendiri.
Menurut Undang-undang N0. 8
Tahun 1974 tentang pokok-pokok kepegawaian, pengertian kode etik adalah pedoman
sikap tingkah laku dan perbuatan dalam melaksanakan tugas dan dalam kehidupan
sehari-hari.
Sanksi
pelanggaran Kode Etik
1) Sanksi
moral
2)
Sanksi
dikeluarkan dari organisasi
Kasus-kasus pelanggaran kode
etik akan ditindak dan dinilai oleh suatu dewan kehormatan atau komisi yang
dibentuk khusus untuk itu. Karena tujuannya adalah mencegah terjadinya perilaku
yang tidak etis, seringkali kode etik juga berisikan ketentuan-ketentuan
profesional, seperti kewajiban melapor jika ketahuan teman sejawat melanggar
kode etik. Ketentuan itu merupakan akibat logis dari self regulation yang
terwujud dalam kode etik; seperti kode itu berasal dari niat profesi mengatur
dirinya sendiri.
Fungsi
Kode Etik Profesi
Mengapa kode etik
perlu dirumuskan secara tertulis? Sumaryono (1995) mengemukakan tiga alasannya
yaitu:
1)
Sebagai sarana control social
2)
Sebagai pencegah campur tangan pihak lain
3)
Sebagai pencegah kasalahpahaman dan konflik
Kode etik profesi merupakan kriteria prinsip
professional yang telah digariskan, sehingga dapat diketahui dengan pasti
kewajiban professional anggota lama, baru, calon anggota kelompok profesi.
Dengan demikian dapat dicegah kemungkinan terjadi konflik kepentingan antara
sesama anggota kelompok profesi, atau antara anggota keompok profesi sesama
anggota kelompok profesi dan masyarakat. Anggota keompok profesi dapat melakukan
control melalui rumusan kode etik profesi, apakah anggota kelompok profesi
telah memenuhi kewajiban profesionalnya sesuai dengan kode etik profesi