1.1 Latar Belakang Masalah
Ahmadiyah yang dikenal juga dengan nama Qadiyaniyyah atau Mirzaiyyah adalah sekelompok yang beranggapan bahwa ajarannya berdasar kepada ajaran Islam yang benar.
“ Gerakan ini didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad di India. Mirza lahir 15 Februari 1835 M dan meninggal 26 Mei 1906 M di India. Ajaran ini masuk ke Indonesia tahun 1935 M, dimana sekarang telah mempunyai sekitar 200 cabang, tersebar di Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Bengkulu, Bali,NTB dan daerah lainnya. Pusat kegiatannya adalah di Parung, Bogor, Jawa Barat,danJamaah Ahmadiyah telah memiliki gedung yang mewah, perumahan untuk para pimpinan dan pegawainya, di atas tanah seluas 15 hektar, di pinggir jalan raya Jakarta-Bogor via Parung”(Mahmud Audah Hasan ,2002:11).
Ahmadiyah merupakan suatu aliran yang berlandaskan pada agama islam, dimana aliran ini juga mengakui adanya Allah SWT dan para Nabi-Nya, seperti Nabi Muhammad. Aliran ini juga melaksanakan perintah Allah yang diyakininya dan melakukan dakwah-dakwahnya secara damai dan tanpa paksaan kepada orang lain. Dan tentu saja, dakwah merupakan suatu hal yang menjadi kesatuan dengan adanya keyakinan, selayaknya semua umat beragama berkeinginan untuk mendakwahkan agamanya.
Namun di zaman sekarang ini, Ahmadiyah dikatakan sebagai suatu aliran sesat oleh masyarakat sekitar dan bahkan Ahmadiyah dalam melaksanakan aktivitas keagamaannya selalu dihalangi oleh masyarakat dan tak jarang para pengikut Ahmadiyah mendapat penganiayaan, seperti insiden di monas yang terjadi baru-baru ini. Dalam insiden tersebut, banyak pengikut dari kaum Ahmadiyah yang menjadi korban penganiayaan dari orang-orang yang mengatasnamakan organisasi FPI(Forum Pembela Islam).FPI menganiaya kaum Ahmadiyah karena menganggap bahwa Ahmadiyah telah menodai agama islam dengan tidak mengakui Nabi Muhammad sebagai Nabi yang terakhir diutus oleh Allah.
Dalam UUD 1945 pasal 29 ayat 2 dijelaskan bahwa “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu”. Jika kita melihat bunyi pasal tersebut, maka kita dapat mengetahui bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memeluk agama dan berkeyakinan di Indonesia. Namun pada kenyataannya, kaum Ahmadiyah tidak mendapat hak tersebut sehingga seakan-akan haknya sebagai warga Negara Indonesia tidak mereka dapatkan. Bahkan tempat-tempat ibadah yang selama ini mereka gunakan disita oleh warga sekitar.
Dalam hal beragama, Ahmadiyah juga mempunyai hak untuk mempunyai keyakinan yang merupakan hak asasi manusia yang tidak dapat dihilangkan dan direnggut dalam diri seseorang oleh siapa pun juga, bahkan oleh kekuatan dan kekuasaan negara. Keyakinan apa yang hendak diimani merupakan wilayah individual dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapa pun juga dengan alasan apapun apalagi menganiaya .
Pemerintah seharusnya berperan aktif dalam melindungi serta menjamin kemerdekaan kaum Ahmadiyah agar dapat menjalankan kepercayaannya dengan leluasa, namun hal itu seakan tidak terlaksana karena pemerintah baru bertindak setelah banyaknya korban dari para penganut Ahmadiyah.
Oleh karena itu saya mengangkat sebuah karya tulis yang berjudul “Ketidakbebasan Beragama Bagi Kaum Ahmadiyah sebagai Warga Negara Indonesia”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar